-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Ulangan Peringatan Terhadap Larangan Penggunaan HP Dalam Penerbangan
Siaran Pers No. 43/PIH/KOMINFO/6/2013
(Jakarta, 6 Juni 2013). Terkait dengan adanya dampak insiden masalah larangan penggunaan perangkat seluler dalam suatu penerbangan di suatu maskapai penerbangan tertentu pada tanggal 6 Juni 2013, maka tanpa bermaksud menunjukkan keberpihakan pada salah satu pihak karena masalahnya sudah ditangani oleh pihak yang berwajib, Kementerian Kominfo kembali mengingatkan kepada berbagai pihak untuk mematuhi peringatan larangan penggunaan perangkat telekomunikasi saat dalam penerbangan. Peringatan dari Kementerian Kominfo ini bukan sekali ini saja dipublikasikan, namun sudah sering berulang kali disampaikan kepada publik.
Sekedar informasi, saat terjadinya musibah pesawat komersial Adam Air yang terjadi pada tahun 2007 dan juga yang menimpa pesawat Sukhoi pada tahun 2012, sempat muncul suatu wacana, bahwa untuk masa-masa mendatang penggunaan telepon seluler secara tidak terkendali (kecuali diizinkan oleh otoritas yang bersangkutan) sebaiknya sangat dimungkinkan dalam suatu penerbangan baik domestik maupun internasional. Wacana tersebut dilatar belakangi oleh suatu kondisi untuk mengantisipasi dari kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat udara, sehingga diharapkan kemudian dapat mudah dihubungi seandainya sewaktu-waktu musibah tersebut terjadi, karena telepon selulernya masih dalam posisi hidup (on). Seandainya wacana tersebut memperoleh dukungan sebagian besar publik, dikhawatirkan justru berpotensi membahayakan keselamatan penerbangan, karena sampai saat ini larangan penggunaan telefon seluler dan beberapa perangkat elektronik tertentu lainnya masih tetap berlaku di Indonesia dan hampir sebagian besar negara lainnya pada umumnya. Di Indonesia, larangan ini sesuai dengan instruksi Direktur Keselamatan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara melaui suratnya No. AU/4357/DKP.0975/2003 tentang larangan penggunaan hand-phone di dalam pesawat udara, sebagai suatu instruksi pelarangan lanjutan mengingat studi larangan ini sesungguhnya sudah diterbitkan oleh FAA (Badan Penerbangan Federal AS) sejak tahun 1991.
Di beberapa negara tertentu, upaya pengkajian dan penyusunan kebijakan yang memungkinkan dapat digunakannya telefon seluler memang sedang berlangsung dan beberapa otoritas tertentu memang sudah mengizinkannya dengan berbagai persyaratan tertentu. Tujuan fleksibiltas kebijakan ini adalah agar aktivitas bisnis para penumpang tidak terganggu komunikasinya dimanapun berada baik di darat maupun di udara tanpa mengenal batas waktu, ruang dan jarak, terutama bagi penerbangan udara jarak jauh yang membutuhkan waktu cukup lama. Upaya ini di antaranya dengan membolehkan perangkat telefon tetap tertentu yang dapat digunakan di dalam pesawat udara tanpa membahayakan keselamatan penerbangan udara karena telah dilengkapi dengan fitur flight mode (plane safe) ataupun dengan perangkat telekomunikasi yang menggunakan sistem komunikasi satelit. Namun demikian, sejauh ini apapun tingkat kemajuan untuk mengantisipasinya, penggunaan telefon seluler masih tetap sangat riskan dalam cabin pesawat udara.
Telefon seluler tidak hanya dapat mengirimkan atau menerima frekuensi radio, melainkan juga memancarkan radiasi tenaga listrik untuk menjangkau BTS yang kemampuannya sangat tergantung pada kualitas jaringan seluler tersebut, sehingga dalam kondisi "on" tetap dapat memancarkan sinyalnya terus menerus secara periodik pada jarak ketinggian tertentu dan tetap teregistrasi pada jaringannya dan akan tetap melakukan kontak dengan BTS terdekat. Telefon seluler, televisi dan radio menurut (FAA) dikategorikan sebagai portable electronic devices (PED) yang berpotensi mengganggu peralatan komunikasi dan navigasi pesawat udara, karena peralatan-peralatan tersebut dirancang untuk mengirim dan menerima sinyal. Pada radio FM misalnya, oscilator frekuensi di dalam radio yang mendeteksi gelombang FM mengganggu secara langsung sinyal navigasi VHF pesawat udara. Di samping itu, telefon seluler yang dipakai di dalam pesawat udara tetap memiliki jangkauan transmisi. Pada saat pesawat terbang menambah jarak dan menjauhi BTS di darat, tenaga yang akan dihasilkan juga bertambah kuat, hingga dapat mencapai batas maksimum, oleh karenanya resiko adanya gangguan pun akan semakin besar. Logika praktisnya, apabila sistem komunikasi antara Pilot di cockpit pesawat terbang dengan menara bandara terganggu, atau tidak jelas, maka komunikasi antar pesawat pun menjadi terganggu dan berpeluang mengakibatkan Pilot salah membaca panel instrumen.
Demikian pula ketika pesawat terbang masih berada pada fase kritis seperti saat menjelang take off dan landing, jaringan akan menciptakan tenaga yang yang dihasilkan oleh telefon seluler pada tingkat tertentu karena jarak masih memadai untuk tetap tersambung dengan jaringannya. Mengingat fase kritis ini cukup tinggi kontribusinya terhadap berbagai kecelakaan pesawat udara, sehingga sangat wajar seandainya Awak Kabin selalu tetap melarang penggunaan telefon seluler pada saat penumpang boarding atau sesudah pesawat landing. Peringatan ini disebabkan karena sebagian penumpang masih sangat sering memanfaatkan waktu untuk menggunakan telefon seluler saat mulai duduk di kursi dalam pesawat, ataupun cenderung buru-buru menghidupkan telefon selulernya ketika pesawat baru saja landing meski pesawat yang ditumpanginya masih bergerak untuk approxing menuju tempat parkir pesawat.
Ditinjau dari aspek UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya yang menyangkut pelarangan gangguan (interferensi) frekuensi radio juga disebut secara jelas pada Pasal 33 Ayat (2) dan Pasal 38. Pasal 33 Ayat (2) menyebutkan, bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu. Sedangkan Pasal 38 menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi. Secara definitif, sesuai dengan ketentuan umum dalam UU Telekomunikasi, yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Pelanggaran terhadap ketentuan ini telah diatur dalam UU Telekomunikasi dan juga PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. Dengan demikian, komunikasi yang dimaksud dalam konteks ini adalah komunikasi navigasi udara yang dipergunakan dalam penerbangan udara. Oleh karenanya, diharapkan kepada para penumpang pesawat udara untuk tetap mematuhi peringatan yang selalu bijaksana dan santun disampaikan oleh seluruh Awak Pesawat (Pilot, Co-Pilot, Purser dan Pramugari / Pramugara) tentang larangan penggunaan electronic devices di dalam pesawat udara guna tujuan meminimalisasi terjadinya kecelakaan penerbangan udara, karena sejauh ini sebagian besar penumpang cenderung kurang mematuhi larangan tersebut, walaupun hal tersebut dimaksudkan untuk keselamatan mereka sendiri juga.
Sehingga seandainya ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan spektrum frekuensi radio tidak berizin, atau mungkin sudah berizin namun tidak sesuai dengan peruntukannya, melebihi power yang ditentukan dan atau menggunakan perangkat yang tidak resmi bersertifikat dari Kementerian Kominfo, maka akan dikenai sanksi pidana sebagaimana disebutkan pada UU Telekomunikasi, khususnya Pasal 53 ayat (1) yang menyebutkan, barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Juga disebutkan pada ayat (2), bahwa apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling Iama 15 (lima belas) tahun. Dengan demikian, Kementerian Kominfo tidak ada ampun (toleransi) sedikitpun terhadap pelanggaran yang dimaksud, apalagi hingga menyebabkan korban jiwa.
Meskipun sejauh ini tidak ada fakta yang membuktikan bahwa akibat pelanggaran (interferensi) frekuensi radio telah menyebabkan korban jiwa (dan itu tentu saja tidak dikehendaki), tetapi Kementerian Kominfo tetap sangat ketat melakukan pengawasan, yang tidak bersifat pasif tetapi tetap pro aktif tanpa harus menunggu keluhan dari pihak otoritas bandara, karena salah satu kewajiban dan tugas pokok rutin setiap hari dari kantor Loka dan Balai Monitoring Frekuensi Radio Kementerian Kominfo yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia adalah melakukan monitoring dan pengawasan penggunaan spektrum frekurensi radio. Kewajiban Kementerian Kominfo dan seluruh jajarannya, khususnya oleh Loka dan Balai Monitoring Frekuensi Radio tersebut adalah sesuai dengan UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan, bahwa pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spectrum frekuensi radio dan orbit satelit.
Bahkan sebagai wujud keseriusan Kementerian Kominfo dan Kementerian Perhubungan dalam masalah penanganan gangguan frekuensi penerbangan, maka pada tanggal 26 April 2013 telah berlangsung acara penanda-tanganan Nota Kesepahaman yang dilakukan oleh Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Muhammad Budi Setiawan dengan Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti tentang Kerja-Sama Pengamanan Spektrum Frekuensi Radio Untuk Keperluan Penerbangan. Secara substansi, Nota Kesepahaman ini dilatar-belakangi oleh suatu kondisi, bahwa penggunaan frekuensi radio untuk keperluan penerbangan dapat mengalami gangguan baik dari stasiun-stasiun radio penerbangan maupun diluar penerbangan yang dapat mengancam keselamatan penerbangan. Selain itu, fakta menunjukkan, bahwa dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan perlu dilakukan perlindungan terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio penerbangan dari gangguan, baik yang berasal dari stasiun-stasiun radio penerbangan maupun diluar penerbangan. Dan tidak kalah pentingnya, bahwasanya perlindungan terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio penerbangan perlu dukungan semua pihak demi keselamatan, keamanan, dan kelancaran penerbangan.
---------------
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Twitter: @gsdewabroto, Email: gatot_b@postel.go.id, Tel/Fax: 021.3504024)
Sumber ilustrasi: http://rakyatpos.com/wp-content/uploads/2013/04/p.jpg.