-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Uji Publik RPM Perubahan Kedua Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia dan RPM Band Plan Pada Pita Frekuensi Radio 300 Mhz Untuk Sistem Komunikasi Radio Konvensional Dan Studio – Transmitter Link
Siaran Pers No. 107/PIH/KOMINFO/10/2010
(Jakarta, 6 Oktober 2010). PeraturanMenteri Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/07/2009 Tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia merupakan perwujudan amanat PP 53/2000 karena mengandung penjelasan mengenai perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio di Indonesia, mulai dari batas spektrum frekuensi terendah, yaitu 9 kHz sampai dengan batas frekuensi tertinggi, yaitu 1000 GHz. Dalam aplikasinya, perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio dibagi menjadi dua kategori, yaitu : perencanaan penggunaan pita frekuensi radio (band plan); dan perencanaan penggunaan kanal frekuensi radio (channeling plan)
.
Sebelumnya, Peraturan Menteri tersebut pernah mengalami perubahan pada tanggal 14 Oktober 2009 yang ditandai dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kominfo No. 40/PER/M.KOMINFO/10/2009. Untuk saat ini, Kementerian Kominfo berencana untuk melakukan perubahan yang kedua kalinya terhadap Peraturan Menteri tersebut dengan menguji publikkan Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 29/PER/M.KOMINFO/07/2009 Tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia.
Latar belakang dilakukannya perubahan kedua terhadap PM 29/2009 adalah sebagai berikut:
- Bahwa perkembangan teknologi telekomunikasi yang menggunakan media spektrum frekuensi radio senantiasa berkembang dengan pesat sehingga membutuhkan respon yang tidak kalah sigap dari regulasi pemerintah yang mengaturnya.
- Bahwa kesigapan regulasi dalam mengantisipasi perkembangan yang demikian cepat dari teknologi wireless dapat diwujudkan salah satunya melalui penerapan pola pengaturan yang sifatnya lebih sederhana dan adaptif terhadap perubahan, namun tetap memperhatikan tingkat kewenangan pengaturan dalam tata urutan peraturan perundang - undangan yang berlaku di Indonesia.
- Salah satu bentuk penerapan pola pengaturan yang sifatnya lebih sederhana dan adaptif terhadap perubahan adalah penetapanchanneling plan melalui suatu Peraturan Direktur Jenderal, tidak dalam bentuk suatu Peraturan Menteri.
- Pola pengaturan yang demikian tetap selaras dengan kewenangan Menteri selaku pembina dalam penggunaan spektrum frekuensi radio di Indonesia karena yang diatur dalam Perdirjen hanya bersifat teknis pengkanalan. Adapun rencana yang lebih bersifat strategis dan komprehensif adalah dalam menentukan peruntukan dan pengaplikasian suatu layanan pada pita frekuensi radio yang kemudian ditetapkan menjadi band plan . Contohnya adalah dalam menentukan jenis layanan yang akan diaplikasikan di suatu rentang pita frekuensi radio, apakah berupa layanan komunikasi bergerak seluler, komunikasi data tetap, penyiaran, atau layanan - layanan lainnya.
- Bahwa terkait dengan perubahan terhadap ketentuan Catatan Kaki ( Footnote ) INS8 dan INS10 yang tercantum dalam PM 29/2009, esensinya adalah bahwa perubahan tersebut diperlukan guna mengefisienkan dan mengoptimalkan penggunaan pita - pita frekuensi radio terkait.
- Perubahan INS8 diperlukan guna mempertajam peruntukan pada pita - pita frekuensi radio yang tersebut di dalamnya, yaitu bahwa komunikasi point-to-point yang disebutkan dalam INS8 yang lama hanya dimaksudkan untuk layanan Studio - Transmitter Link (STL). Sedangkan perubahan INS10 diperlukan guna memperjelas maksud yang terkandung dalam INS10 yang lama, dimana layanan PPDR (Public Protection and Disaster Relief) hanya bersifat sementara bilamana terjadi bencana. Dalam kondisi normal atau tidak ada bencana, penggunaan pita frekuensi radio terkait adalah untuk komunikasi konvensional.
Ketentuan dalam PP 53/2000 menyebutkan bahwa setelah disusunnya sebuah Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio, maka tahapan berikutnya adalah penetapan (assignment ) pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio sebagai bentuk izin kepada suatu stasiun radio untuk dapat menggunakan pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio tersebut berdasarkan persyaratan tertentu. Guna keperluan penetapan ( assignment ) frekuensi untuk suatu dinas ( service ) dan layanan tertentu, maka diperlukan suatu panduan yang jelas berupa ketentuan perencanaan penggunaan pita frekuensi radio ( band plan ) dan perencanaan penggunaan kanal frekuensi radio (channeling plan ) agar tercapai antara lain hal - hal sebagai berikut:
- Meminimalkan potensi terjadinya gangguan yang merugikan (harmful interference) pada penggunaan pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio pascapenetapan;
- Penetapan frekuensi dapat terlaksana secara efisien dan ekonomis ; serta
- Penetapan frekuensi dapat mengikuti perkembangan teknologi dan memperhatikan kebutuhan spektrum frekuensi radio di masa depan.
Khusus untuk menindaklanjuti perubahan terhadap Catatan Kaki INS8 dalam RPM Perubahan Kedua Peraturan Menteri No. 29 Tahun 2009, disampaikan pula Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Perencanaan Penggunaan Pita Frekuensi Radio (Band Plan) Pada Pita Frekuensi Radio 300 MHz Untuk Sistem Komunikasi Radio Konvensional dan Studio - Transmitter Link (RPM konvensional dan STL pada pita 300 MHz).
Butir - butir pengaturan yang tercantum dalam RPM konvensional dan STL pada pita 300 MHz tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
- Definisi sistem komunikasi radio konvensional;
- Definisi Studio - Transmitter Link (STL);
- Perencanaan penggunaan pita frekuensi radio ( band plan ) untuk sistem komunikasi radio konvensional pada pita frekuensi radio 300 MHz yang meliputi rentang 300 - 310 MHz, 324 - 328.6 MHz, 335.4 - 343.1 MHz, dan 345.1 - 350 MHz;
- Perencanaan penggunaan pita frekuensi radio ( band plan ) untuk STL pada pita frekuensi radio 300 MHz yang meliputi rentang 300 - 310 MHz, 324 - 328.6 MHz, 335.4 - 343.1 MHz, dan 345.1 - 350 MHz;
- Pendelegasian penetapan perencanaan penggunaan kanal frekuensi radio (channeling plan) pada pita 300 MHz untuk sistem komunikasi radio konvensional dan STL dalam bentuk Perdirjen;
- Ketentuan yang membolehkan pita frekuensi radio 300 MHz pada rentang 300 - 310 MHz, 324 - 328.6 MHz, 335.4 - 343.1 MHz, dan 345.1 - 350 MHz untuk digunakan oleh sistem komunikasi radio konvensional dan STL dengan channeling plan yang berbeda dengan yang ditetapkan pada Perdirjen; dan
- Persyaratan penggunaan kanal frekuensi radio pada pita frekuensi radio 300 MHz yang channeling plan -nya di luar ketentuan Perdirjen sebagaimana dimaksud butir 6 diatas.
Adanya ketentuan yang membolehkan pita frekuensi radio 300 MHz untuk digunakan oleh sistem komunikasi radio konvensional dengan pengkanalan selain yang ditetapkan di Perdirjen adalah karena di Perdirjen hanya akan mencantumkan pengkanalan 25 kHz. Namun, terdapat potensi pemanfaatan teknologi lain, misalnya radio modem, pada pita frekuensi radio 300 MHz ini yang membutuhkan pengkanalan lebih lebar dari 25 kHz, yaitu 316.5 kHz per carrier.
Dengan menganalisa jenis teknologi dan pengkanalan yang digunakan pada sebagian besar penggunaan pita frekuensi radio 300 MHz untuk sistem komunikasi konvensional, maka pengaplikasian radio modem dengan pengkanalan 316.5 kHz tersebut dikenakan ketentuan sebagai pengguna "sekunder" relatif terhadap pengguna frekuensi sistem konvensional lainnya yang menggunakan pengkanalan 25 kHz. Ketentuan yang dikenakan kepada pengguna "sekunder" tersebut adalah:
- Tidak mendapatkan perlindungan terhadap gangguan dari pengguna kanal frekuensi radio untuk sistem komunikasi radio konvensional dan/atau STL yang menggunakan channeling plan sesuai ketentuan dalam Perdirjen; dan
- Izin Stasiun Radio (ISR) yang dimilikinya akan dicabut apabila menimbulkan gangguan yang merugikan ( harmful interference ) terhadap pengguna kanal frekuensi radio untuk sistem komunikasi radio konvensional dan/atau STL yang menggunakanchanneling plan sesuai ketentuan dalam Perdirjen.
Adapun untuk rencana pengaturan ke depan guna efisiensi dan optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi, terdapat kemungkinan diaplikasikannya pengkanalan yang lebih kecil dari 25 kHz, misalnya 12.5 kHz atau 6.25 kHz. Pengguna frekuensi yang mengaplikasikan kedua pengkanalan yang lebih kecil tersebut direncanakan untuk tidak dikenakan ketentuan sebagai pengguna "sekunder" sebagaimana dijelaskan diatas, namun dikenakan ketentuan yang sama dengan pengguna frekuensi lain yang mengaplikasikan pengkanalan 25 kHz. Akan tetapi, untuk saat ini pengkanalan 12.5 kHz dan 6.25 kHz tersebut belum akan diatur dalam kedua RPM sebagai substansi dari konsultasi publik ini karena masih membutuhkan kajian potensi demand industri agar dapat berjalan berdampingan secara harmonis dengan pengkanalan 25 kHz sehingga meminimalkan potensi interferensi.
Agar diperhatikan pula syarat yang harus dipenuhi apabila akan mengaplikasikan sistem komunikasi konvensional dengan pengkanalan di luar ketentuan dalam Perdirjen, yaitu apabila layanan telekomunikasi yang dibutuhkan tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang menggunakan channeling plan sesuai ketentuan dalam Perdirjen.
Terkait dengan konsultasi publik (uji publik) terhadap kedua RPM tersebut, Kementerian Kominfo menghendaki adanya tanggapan dari masyarakat untuk koreksi ataupun usulan bagi penyempurnaan RPM tersebut, Semua tanggapan diharapkan dapat dikirimkan melalui email ke: gatot_b@postel.go.id dan ketut@postel.go.id mulai hari ini tanggal 6 Oktober 2010 s/d. 13 Oktober 2010.
---------------
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).
Sumber ilutrasi: http: //www.google.co.id / imglanding?q=pita%20frekuensi % 20 radio&imgurl=http: / /www.radiojatim.or.id/pic / launching_1.jpg& imgrefurl=http: // www.radiojatim.or.id.