-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Terbitnya Peraturan Menkominfo No. 37/P/M.KOMINFO/12/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menkominfo No. 13/P/M.KOMINFO/8/2005 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit serta Terbitnya Peraturan Dirjen Postel No. 357/DIRJEN/2006 tentang Penerbitan Izin Stasiun Radio Untuk Peny
Siaran Pers No. 141/DJPT.1/KOMINFO/12/2006
- Setelah cukup lama melalui pembahasan yang sangat intensif dan melibatkan cukup banyak stake-holder, pada tanggal 6 Desember 2006 Menteri Kominfo Sofyan A. Djalil telah menanda-tangani Peraturan Menkominfo No. 37/P/M.KOMINFO/12/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menkominfo No. 13/P/M.KOMINFO/8/2005 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit. Beberapa point penting dalam Permenkominfo (http://www.postel.go.id/content/ID/regulasi/frekuensi/kepmen/pm-satelit-37-2006.pdf ) ini adalah sebagai berikut:
- Ketentuan Pasal 1 angka 11 ( Penyelenggara satelit Indonesia adalah penyelenggara telekomunikasi yang memiliki dan atau menguasai satelit yang didaftarkan ke ITU atas nama Administrasi Telekomunikasi Indonesia dan telah mendapat hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit dari Menteri ) diubah sehingga berbunyi " Penyelenggara satelit Indonesia adalah penyelenggara telekomunikasi yang memiliki dan atau menguasai satelit yang didaftarkan ke ITU atas nama Administrasi Telekomunikasi Indonesia dan telah mendapat hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit dari Menteri ".
- Ketentuan Pasal 5 ( Izin stasiun angkasa dapat diberikan kepada: a. >penyelenggara jaringan telekomunikasi; b. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk pertahanan dan keamanan negara; atau c penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah ) diubah sehingga berbunyi: " Izin stasiun angkasa dapat diberikan kepada: a. penyelenggara jaringan telekomunikasi; b. penyelenggara jasa interkoneksi internet (Network Access Point / NAP); c. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk pertahanan dan keamanan negara; atau d. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah ".
- Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 9 ((1) Izin stasiun bumi dapat diterbitkan setelah penyelenggara telekomunikasi memperoleh hak labuh (landing right); (2) Hak labuh (landing right) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan syarat: a. satelit yang akan digunakan tidak menimbulkan interferensi yang merugikan (harmful interference) terhadap satelit Indonesia maupun satelit lain yang telah memiliki izin stasiun angkasa serta terhadap stasiun radio yang telah berizin; dan b. terbukanya kesempatan yang sama bagi penyelenggara satelit Indonesia untuk berkompetisi dan beroperasi di negara asal penyelenggara satelit tersebut ) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat ( Ketentuan memperoleh hak labuh (landing right) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk stasiun bumi yang digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk pertahanan dan keamanan negara dan atau oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah ) sehingga Pasal 9 berbunyi: " (1) Izin stasiun bumi dapat diterbitkan setelah penyelenggara telekomunikasi memperoleh hak labuh (landing right); (1a) Ketentuan memperoleh hak labuh (landing right) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk stasiun bumi yang digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk pertahanan dan keamanan negara dan atau oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah; (2) Hak labuh (landing right) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan syarat: a. satelit yang akan digunakan tidak menimbulkan interferensi yang merugikan (harmful interference) terhadap satelit Indonesia maupun satelit lain yang telah memiliki izin stasiun angkasa serta terhadap stasiun radio yang telah berizin; dan b. terbukanya kesempatan yang sama bagi penyelenggara satelit Indonesia untuk berkompetisi dan beroperasi di negara asal penyelenggara satelit tersebut".
- Di antara Pasal 15 ( Pemohon pendaftaran satelit yang telah mendapat status Notifikasi (Notification) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, wajib mengikuti koordinasi tambahan apabila ada: a. modifikasi atas sistem yang digunakan; dan b. permintaan koordinasi dari negara lain) dan Pasal 16 ((1) Calon penyelenggara satelit Indonesia wajib menyerahkan rencana pengadaan satelit lepada Menteri; (2) Rencana pengadaan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. >an >alisis manajemen; dan b. analisis teknik; (3) Analisis manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. rencana proyek dan bisnis; b. kepemilikan saham; c. profil perusahaan pembuat satelit; d. profil perusahaan peluncur satelit; e. rencana kemajuan dan monitoring yang menunjukkan pencapaian kemajuan pengadaan satelit; dan f. >asuransi; (4) Analisis teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: >a. >jenis satelit; >b. >interferens >i; c. konstruksi satelit; d. pel >uncuran satelit; >dan e. >pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test)) disisipkan 2 (dua) pasal yaitu Pasal 15 A (Pendaftaran satelit yang telah mendapat status Notifikasi (Notification) dari ITU dapat dimanfaatkan oleh calon penyelenggara satelit Indonesia setelah mendapat hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit. Hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri. Calon penyelenggara satelit Indonesia atau penyelenggara satelit Indonesia dilarang mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain ) dan Pasal 15 B ( Dengan mengacu pada ketentuan dalam Peraturan ini, dalam hal diperlukan Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain. Pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan proses pembatalan Notifikasi (Notification) yang telah diperoleh dari ITU. Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit, calon penyelenggara satelit Indonesia lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan tahapan pendaftaran satelit sebagaimana diatur dalam Peraturan ini ).
- Ketentuan Pasal 16 ((1) Calon penyelenggara satelit Indonesia wajib menyerahkan rencana pengadaan satelit lepada Menteri; (2) Rencana pengadaan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. >an >alisis manajemen; dan b. analisis teknik; (3) Analisis manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. rencana proyek dan bisnis; b. kepemilikan saham; c. profil perusahaan pembuat satelit; d. profil perusahaan peluncur satelit; e. rencana kemajuan dan monitoring yang menunjukkan pencapaian kemajuan pengadaan satelit; dan f. >asuransi; (4) Analisis teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: >a. >jenis satelit; >b. >interferens >i; c. konstruksi satelit; d. pel >uncuran satelit; >dan e.>pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test)) diubah sehingga berbunyi: "(1)Penyelenggara satelit Indonesia wajib menyerahkan rencana pengadaan satelit kepada Menteri sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya masa laku penggunaan slot orbit satelit (date of bringing into use); dan (2) Dalam hal penyelenggara satelit Indonesia tidak menyerahkan rencana pengadaan satelit kepada Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain; (3) Penyelenggara satelit Indonesia yang memutuskan untuk tidak menggunakan haknya wajib melaporkan hal ini kepada Menteri sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebelum berakhirnya masa laku penggunaan slot orbit satelit (date of bringing into use); (4) Rencana pengadaan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. an alisis manajemen; dan b. analisis teknik; (5) Analisis manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi: a. rencana proyek dan bisnis; b. kepemilikan saham; c. profil perusahaan pembuat satelit; d. profil perusahaan peluncur satelit; e. rencana kemajuan dan monitoring yang menunjukkan pencapaian kemajuan pengadaan satelit; dan f. Asuransi; dan (6) Analisis teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi: a. jenis satelit; b. interferens i;c. konstruksi satelit; d. pel uncuran satelit; dan pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test)".
- Di antara Pasal 21 ( Dalam hal calon penyelenggara satelit Indonesia tidak menggunakan pendaftaran satelit tersebut akibat suatu satelit habis masa operasinya atau disebabkan tidak dapat berfungsi sesuai dengan rencana penggunaannya, Menteri dapat mengambil alih pengelolaan pendaftaran dan pengkoordinasian satelit yang telah didaftarkan ke ITU oleh Administrasi Telekomunikasi Indonesia ) dan Pasal 22 (Dalam hal satelit Indonesia telah mencapai akhir masa operasi normalnya atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan rencana penggunaannya (anomali), penyelenggara telekomunikasi yang memiliki dan atau menguasai satelit dimaksud wajib: a. membuang satelit telekomunikasi dari lokasi orbitnya (deorbit) yang pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau b. memindahkan satelit telekomunikasi ke lokasi orbit lain apabila satelit akan dimanfaatkan kembali dengan prinsip tidak mengganggu satelit lain yang beroperasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku) disisipkan 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 21 A yang berbunyi: " (1) Penyelenggara satelit Indonesia wajib melaporkan kepada Menteri rencana perpanjangan penggunaan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebelum berakhirnya masa operasi satelit; dan (2) Dalam hal penyelenggara satelit Indonesia tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 60 (enam puluh) hari verja; (3) Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan penyelenggara satelit Indonesia tidak melaporkan rencana perpanjangan penggunaan slot orbit satelit, Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit dan hak penggunaan spektrum frekuensi radio yang menyertainya kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain; dan (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: a. rencana proyek dan bisnis; b. kepemilikan saham; c. profil perusahaan pembuat satelit; d. profil perusahaan peluncur satelit; e. rencana kemajuan dan monitoring yang menunjukkan pencapaian kemajuan pengadaan satelit; f. asuransi; g. jenis satelit; h. interferensi; i. konstruksi satelit; j. peluncuran satelit; dan k. pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test)".
- Ketentuan Pasal 24 ( Calon penyelenggara satelit Indonesia dikenakan biaya pendaftaran satelit ke ITU yang besarnya ditetapkan oleh ITU ) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: " (1) Calon penyelenggara satelit Indonesia wajib membayar biaya pendaftaran satelit ke ITU yang besarnya ditetapkan oleh ITU; (2) Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit, biaya pendaftaran satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diminta kembali; dan (3) Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit, calon penyelenggara satelit lain yang akan diberi hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit wajib membayar biaya pendaftaran satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)".
- Ketentuan Pasal 29 ( Dengan berlakunya Peraturan ini, penyelenggara telekomunikasi yang telah menggunakan satelit tetap dapat melakukan kegiatannya, dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam waktu 6 (lima) bulan sejak berlakunya Peraturan ini wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini ) dihapus, karena Pasal baru yang mengatur ketentuan tersebut termuat pada Pasal II yang bunyinya sama, hanya saja terhitungnya sejak berlakunya Peraturan Menkominfo ini (6 Desember 2006).
- Di samping itu, searah dengan telah diterbitkannya Peraturan Menkominfo No. 37/P/M.KOMINFO/12/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menkominfo No. 13/P/M.KOMINFO/8/2006 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit, pada tanggal 8 Desember 2006, Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar telah menanda-tangani Peraturan Dirjen Postel No. 357/DIRJEN/2006 tentang Penerbitan Izin Stasiun Radio Untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit (http://www.postel.go.id/content/ID/regulasi/telekomunikasi/kepdir/perdirjen-satelit-357-2006.pdf ).
Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id