-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Surat Edaran Dirjen Postel Tentang Penanganan Gangguan Komunikasi Radio Penerbangan
Siaran Pers No. 31/DJPT.1/KOMINFO/3/2007
- Sebagai tindak lanjut himbauan Ditjen Postel sebagaimana yang tertuang di dalam Siaran Pers No. 30/DJPT.1/KOMINFO/3/2007 tertanggal 13 Maret 2007 tentang Gangguan Penggunaan Frekuensi Radio Secara Tidak Bertanggung Jawab Terhadap Komunikasi Penerbangan di Sekitar Bandara Halim Perdanakusuma, pada tanggal 14 Maret 2007 Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar telah menanda-tangani Surat Edaran Dirjen Postel No. 176/SE/DIRJEN/KOMINFO/3/2007 tentang Penanganan Gangguan Komunikasi Radio Penerbangan. Surat edaran ini ditujukan kepada seluruh Kepala Balai dan Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel yang tersebar di seluruh Indonesia . Secara lengkap, esensi surat edaran tersebut adalah sebagai berikut:
SURAT EDARAN
Nomor : 176/SE/DIRJEN/KOMINFO/3/2007
TENTANG
PENANGANAN GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO PENERBANGAN
- UMUM
Berdasarkan adanya potensi gangguan komunikasi radio untuk penerbangan ground to air (Aeronautical Navigation) yang disebabkan adanya pancaran frekuensi radio yang tidak sesuai peruntukannya atau tidak memenuhi persyaratan teknis, termasuk pancaran dari stasiun radio yang bekerja pada pita frekuensi siaran, maka dengan ini perlu diadakan kegiatan pengawasan dan pengendalian dalam rangka pengamanan terhadap komunikasi radio pada pita frekuensi peruntukan penerbangan.
- MAKSUD DAN TUJUAN
Pengawasan dan pengendalian dalam rangka pengamanan terhadap komunikasi radio pada pita frekuensi peruntukan keselamatan penerbangan, dilaksanakan secara komprehensif sehingga seluruh sumber gangguan dapat tertangani secara tuntas, dan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- RUANG LINGKUP
Pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan komunikasi radio difokuskan kepada penggunaan komuniksi radio yang berpotensi dapat mengganggu komunikasi radio terutama pada pita frekuensi peruntukan penerbangan (108 – 137 MHz).
- RUANG LINGKUP
- DASAR
- UU 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi;
- PP 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio; Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.01/P/M.KOMINFO/4/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.86/KEP/M.KOMINFO/10/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
- INSTRUKSI
- Kepada seluruh Kepala Balai Monitoring dan Kepala Loka Ditjen Postel segera mengambil langkah-langkah pengawasan dan pengendalian dalam rangka mencegah dan menangani gangguan dengan segera terhadap pita frekuensi radio peruntukan penerbangan terutama pada pita frekuensi 108 – 137 MHz, yang disebabkan oleh radio komunikasi yang bekerja di pita lainnya berupa sinyal liar (spurious emission).
- Melakukan koordinasi dengan pihak instansi terkait dalam rangka mengatasi terjadinya gangguan.
- Memberitahukan dalam bentuk pengumuman kepada pengguna frekuensi radio yang diduga berpotensi penyebab gangguan terhadap pita frekuensi radio peruntukan penerbangan.
- Menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal cq. Direktur Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit hasil pencegahan dan penanganan gangguan.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 14 Maret 2007
____________________________
DIREKTUR JENDERAL
POS DAN TELEKOMUNIKASI
BASUKI YUSUF ISKANDAR
- Sebagaimana diketahui, pada tanggal 5 Maret 2007, Ditjen Postel (yang ditujukan melalui Kepala Balai Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel di Jakarta) telah menerima surat No. 14.03.01/02/03/2007/02 dari Kepala Cabang PT Angkasa Pura II Bandar Udara Halim Perdanakusuma tentang Gangguan Frekuensi Tower Halim (Airband 118.3 MHz). Pada intinya, pihak PT Angkasa Pura II melaporkan, bahwa berdasarkan laporan para pilot, frekuensi radio di Menara Bandara Halim Perdanakusuma (Airband 118.3 MHz) sering mengalami gangguan radio jamming sehingga mempersulit komunikasi antara menara bandara dengan pilot dan sudah sampai taraf sangat membahayakan keselamatan penerbangan. Hal ini terutama dirasakan di final area runway 24 mulai ALPHA LIMA (Babelan – Bekasi) sampai touch down point runway 24 (Jatiwaringin) dan posisi base leg runway 06 (sekitar Depok dan Pasar Minggu). Oleh karena itu, PT Angkasa Pura II memohon bantuan Ditjen Postel untuk melakukan penertiban terhadap stasiun pemancar amatir maupun komersial yang dapat mengganggu keselamatan penerbangan mengingat keberadaan Bandara Halim Perdanakusuma sebagai Airport Base yang sering melayani penerbangan VVIP.
- Surat yang hampir senada juga pernah dikirimkan oleh Kepala Cabang PT Angkasa Pura II Bandara Husein Sastranegara No. 14.03.01/08/03/2007/20 tertanggal 7 Maret 2007 tentang Laporan Gangguan Radio Broadcasting. Surat tersebut juga ditujukan ke Ditjen Postel (melalui Kepala Balai Monitoring Frekuensi Ditjen Postel di Bandung), yang intinya melaporkan bahwa Radio Komunikasi Air to Ground Frekuensi 121.0 Mhz dan 122.7 Mhz yang digunakan Bandara Husein Sastranegara sering mengalami gangguan spleteran (pancaran yang bocor) dari stasiun radio broadcasting sehingga membahayakan keselamatan penerbangan. Oleh karenanya, PT Angkasa Pura II meminta bantuan Ditjen Postel untuk melakukan pelacakan terhadap sumber gangguan frekuensi radio tersebut. Sejauh ini, Balai Monitoring Frekuensi Radio di Bandung telah dan masih terus melakukan pelacakan dan ternyata titik-titik lokasi gangguan berasal dari beberapa stasiun radio yang berada di Cibaduyut, Bandung . Namun demikian, pelacakan masalah di Cibaduyut tersebut masih berlangsung, muncul persoalan serupa pada tanggal 14 Maret 2007 yang sumber gangguannya diduga berupa repeater yang berlokasi di sekitar lereng Gunung Tangkuban Perahu. Terhadap masalah ini, Balai Monitoring Frekuensi Radio di Bandung juga langsung memobilisasi perangkat dan jajarannya untuk melakukan pelacakan.
- Khusus terhadap persoalan gangguan frekuensi radio di sekitar Bandara Halim Perdanakusuma, berdasarkan pemantauan di lapangan untuk sementara waktu telah ditemukenali adanya intermodulasi antara beberapa radio komunitas dengan radio existing, yaitu di antaranya adalah PT. Radio Pelita Kasih (96.3 MHz), PT. Radio Kayu Manis (97,9 MHz), PT. Radio Elgangga (100,3 MHz), PT. Radio Monalisa (97,1 MHz) , sehingga muncul frekuensi baru di sekitar frekuensi 118.3 MHz dengan modulasi dari radio existing tersebut. Perhitungan terjadinya intermodulasi didasarkan bentuk aritmatis 2F1-F2 dimana F1 adalah pita frekuensi pancaran radio komunitas (104-108MHz) sedangkan F2 adalah frekuensi radio swasta tersebut diatas, sehingga 2F1-F2=118,3 MHz, yang di-crosscheck dengan pengukuran monitoring termonitor sumber gangguan berasal dari pemancar pemancar radio tersebut yang memblok sinyal untuk keperluan komunikasi radio penerbangan ground to air di Pelud Halim Perdana Kusuma.
- Di samping Jakarta dan Bandung serta kejadian di Ternate sebagaimana disebut pada Siaran Pers No. 30/DJPT.1/KOMINFO/3/2007 tersebut di atas, belum lama ini pengaduan serupa juga muncul dari Kantor Cabang PT Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai Bali berdasarkan suratnya No. 974/AP.IA/X/2006 tertanggal 12 Oktober 2006 kepada Ditjen Postel (melalui Kepala Balai Monitoring Frekuensi Ditjen Postel di Denpasar) tentang Gangguan Frekuensi 1030 Mhz s/d. 1090 Mhz. Saat itu juga tim Balai Monitoring Frekuensi Radio di Bali melakukan pelacakan secara komprehensif dengan menggunakan peralatan spectrum analyzer, GPS dan Mobile DF VHF-UHF. Setelah dilakukan pemantauan langsung, ternyata sumber gangguan berasal dari peralatan CCTV dari sebuah minimarket yang terletak tidak jauh dari bandara. Seketika itu juga dilakukan penindakan dan sejauh ini tidak ada lagi pengaduan dari pihak bandara, terkecuali gangguan-gangguan yang sifatnya fluktuatif dan sangat minor yang berasal dari penggunaan frekuensi radio untuk kapal-kapal tertentu yang beroperasi di laut sekitar bandara dan penggunaannya melampaui ketentuan yang ada atau mungkin juga karena perangkat pemancar yang digunakan merupakan hasil rakitan yang belum teruji kelayakan teknisnya sehingga berpotensi dapat menimbulkan gangguan.
- Dengan demikian, secara umum sumber gangguan frekuensi radio di sekitar bandara yang tersebar di seluruh Indonesia memang cukup beragam, meskipun untuk kasus di Bandara Halim Perdanakusuma terutama berasal dari beberapa titik yang diduga merupakan radio komunitas. Terhadap hal tersebut, Ditjen Postel terus melakukan monitoring dan secara persuasif melakukan pendekatan sebijaksana mungkin dengan tujuan agar gangguan frekuensi tersebut dapat diminimalisasi. Bagaimanapun juga, terhadap masalah keselamatan penerbangan, Ditjen Postel sama sekali tidak mau mengambil resiko, baik itu kesalahan berasal dari radio legal yang eksisting, radio komunitas, maupun pengguna frekuensi radio lainnya. Jika memang terbukti merupakan sumber gangguan, Ditjen Postel pada langkah awal tetap mengedepankan pendekatan yang persuasif. Tidak ada maksud Ditjen Postel untuk bersikap represif, namun jika itu menyangkut keselamatan penerbangan dalam kasus ini sudah barang tentu skala prioritas pengamanan harus diutamakan dengan minimalisasi dampak yang ditimbulkan.
- Itulah sebabnya Surat Edaran Dirjen Postel tersebut di atas sangat penting, karena memungkinkan para Kepala Balai Monitoring Frekuensi Radio dan Kepala Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel untuk segera mengambil langkah-langkah pengawasan dan pengendalian dalam rangka mencegah dan menangani gangguan dengan segera terhadap pita frekuensi radio peruntukan penerbangan terutama pada pita frekuensi 108 – 137 MHz, yang disebabkan oleh radio komunikasi yang bekerja di pita lainnya berupa sinyal liar (spurious emission). Mereka ini juga diinstruksikan untuk melakukan koordinasi dengan pihak instansi terkait dalam rangka mengatasi terjadinya gangguan dan memberitahukan dalam bentuk pengumuman kepada pengguna frekuensi radio yang diduga berpotensi penyebab gangguan.
- Sedangkan terhadap reaksi para pengguna radio komunitas, khususnya di wilayah Jabodetabek, dihimbau untuk bersikap tenang dan kooperatif, karena kepada mereka pun Ditjen Postel sangat siap berdialog secara konstruktif bagi kepentingan bersama. Menurut rencana, Ditjen Postel minggu depan akan mengadakan dialog dengan perwakilan jaringan radio komunitas. Yang penting,prioritas keselamatan penerbangan harus tetap menjadi perhatian utama. Selain itu, yang perlu diluruskan informasinya adalah, bahwasanya esensi dan ruang lingkup yang wajib dilakukan Ditjen Postel (melalui Balai dan Loka Monitoring Frekuensi Radio di seluruh Indonesia) adalah sebatas menghentikan untuk sementara penggunaan frekuensi radio jika menemukenali adanya stasiun radio yang terbukti menimbulkan interferensi ataupun intermodulasi di sekitar bandara di seluruh Indonesia.Ditjen Postel tidak dalam kapasitas untuk menghentikan siaran, karena itu bukan kewenangannya. Bahkan seandainya ada radio komunitas yang diduga dan terbukti menjadi sumber gangguan frekuensi radio, maka kepada mereka pun akan dilakukan pembinaan teknis (baik dari aspek perangkat, kekuatan pemancaran dan pengkanalannya) dan jika sudah dianggap laik maka diperbolehkan menggunakan frekuensi yang dimaksud.
- Akan halnya perencanaan jangka menengah dan panjang, Ditjen Postel bermaksud untuk memfasilitasi kebutuhan kanal frekuensi bagi radio siaran komunitas yang dilakukan dengan penetapan kanal di setiap wilayah berdasarkan perhitungan analisa teknis dan survey lapangan oleh tim UPT Ditjen Postel, yang hasilnya diinformasikan kepada publik melalui pengumuman Menteri Kominfo tentang ketersediaan kanal frekuensi. Nantinya, setiap radio siaran komunitas wajib memenuhi persyaratan teknis perangkat pemancarnya, karena ditemukenali adanya sebagian perangkat pemancar yang digunakan merupakan hasil rakitan yang belum teruji kelayakan teknisnya sehingga berpotensi dapat menimbulkan gangguan. Sehingga dalam rangka tertib penggunaan frekuensi radio, maka setiap penggunaan frekuensi yang perangkat pemancarnya belum memenuhi persyaratan teknis dan belum ditetapkan kanal frekuensinya, dihimbau untuk tidak melakukan kegiatan pemancaran untuk sementara waktu sambil dilakukan pembinaan dan pembenahan>teknis, khususnya yang berada di sekitar area vital dan strategis seperti di sekitar bandara. Oleh karenanya, Dirjen Postel melalui penerbitan Surat Edaran ini berusaha sangat bijaksana, hati-hati serta penuh koordinatif dan responsif untuk melakukan penanganan gangguan komunikasi radio penerbangan serta sama sekali tidak ada tujuan terlalu reaktif, karena pada dasarnya sepenuhnya merupakan kewajiban Ditjen Postel untuk melakukan penanganan tersebut sebagaimana yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya yang diatur pada Pasal, 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 38, dan Pasal 39.
Kepala Bagian Umum dan Humas,
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3860766