-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Rencana Penomoran Layanan Telkom Flexi Secara Nasional
Siaran Pers No. 89/PIH/KOMINFO/4/2009
(Yogyakarta, 2 April 2009). UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 23 ayat (1) menyebutkan, bahwa dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem penomoran; dan ayat (2) yang menyebutkan, bahwa sistem penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Ayat yang disebut terakhir tersebut diartikan, bahwa penomoran adalah sumber daya terbatas dan oleh karena itu sistem penomoran diatur oleh Menteri secara adil. Penomoran pada jaringan telekomunikasi terkait dengan tehnologi dan ketentuan internasional. Dengan demikian, seperti halnya spektrum frekuensi radio, maka penomoran merupakan sumber daya terbatas yang menuntut pemerintah untuk mengaturnya secara ketat dan tegas.
Pola ketegasan dan kehati-hatian pemerintah dalam masalah penomoran ini, khususnya untuk layanan pra bayar yang dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi, mengingat layanan pra bayar ini sangat membutuhkan sumber daya penomoran atas dasar kondisi pasar (authorized dealer ) yang cenderung memer lu kan untuk diberikan persediaan nomor perdana y an g cukup besar agar tidak terjadi kelangkaan peserdiaan penomoran . Memang diakui, bahwa PT Telkom dan beberapa penyelenggara telekomunikasi FWA (Fixed Wireless Access) lainnya telah mengusulkan untuk melakukan reklamasi penomoran Telkom Flexi sehi n gga menjadi 11 digit dapat diperbolehkan . Namun demikian sejauh ini belum diputuskan, karena selain masih dalam pengkajian, juga karena perlu sosialisasi terlebih dahulu dan di samping itu pemerintah mendesak para penyelenggara telekomunikasi agar lebih efisien dalam penggunaan penomorannya dan tidak boleh terlalu boros (saat ini masyarakat dengan mudah cenderung dapat memperoleh baru) sebagai dampak persaingan yang sangat ketat.
Pada sisi yang lain, sementara masalah penomoran berdasarkan pola eksisting untuk migrasi dari 10 ke 11 digit masih dikaji, pemerintah juga mulai menkonsentrasikan masalah penomoran yang terkait dengan antisipasinya terhadap penataan NGN . Hal ini penting karena terdapat 2 jenis layanan teleponi dalam iklim NGN, yaitu layanan teleponi dedicated dan layanan teleponi overlay. Untuk yang dedicated, beberapa negara menggunakannya dengan penomoran e.164 dengan skema penomoran sebagaimana PSTN, seperti yang diterapkan di Singapura, Jepang dan Korea Selatan. Sebagai konsekuensinya, hal ini memerlukan suatu konsep standar penomoran yang akan menjadi acu annya apakah dengan menggunakan standar ENUM atau menggunakan seperti penomoran seluler (geografis atau non geografis) dengan pembedaan pada beberapa digit awalnya termasuk identifikasi operatornya.
Masalah penomoran ini kembali mencuat, karena s emenjak tangal 30 November 2007 dan posisi terakhir tanggal 4 November 2008, PT. Telkom telah mengajukan permohonan penetapan nomor pelanggan tetap lokal FWA (Telkom Flexi) se cara nasional. Untuk sekedar diketahui, meskipun sudah cukup lama menyediakan layanannya, Telkom Flexi selama ini masih menggunakan blok penomoran yang belum ditetapkan penggunaannya oleh p emerintah. Hal ini d apat dimaklumi mengingat dalam menggunakan penomoran tersebut merupakan warisan dari era monopoli sebelumnya. Oleh karenanya, permohonan ini lebih kepada penetapan terhadap nomor-nomor pelanggan Flexi yang telah digunakan oleh PT. Telkom tahun 2008, dan untuk tahun 2009 yang akan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh legalitas hukum .
Posisi PT. Telkom yang dahulunya sebagai incumbent, memungkinkan sistem penomoran telepon lokalnya dahulunya memang hanya diberikan kepada PT. Telkom selaku Badan Penyelenggara Telekomunikasi Domestik, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1991. Dalam masa itu PT. Telkom (Perumtel saat itu) telah menggunakan nomor-nomor lokal yang tersedia dan sesuai dengan teknologi yang digunakan dan tingkat kebutuhan pada jamannya. Dalam masa itu belum ada pengaturan teknis seperti FTP, sehingga sebagai konsekuensinya sumber daya penomoran lokal diserahkan pengaturan penggunaannya kep a da PT. Telkom selaku Badan Penyelenggara yang telah ditunjuk oleh Pemerintah.
Kemudian pada tahun 2000 (pasca terbitnya UU No. 36 Tahun 1999), pertama kali Ditjen Postel selaku regulator telekomunikasi menetapkan landasan teknis yaitu FTP 2000 yang menjadi acuan teknis penyelenggaraan telekomunikasi termasuk di dalamnya mengenai aturan mengenai penomoran termasuk penataan jumlah digit nomor lokal. Dalam FTP 2000 untuk nomor pelanggan lokal : u ntuk kode area 2 digit, jumlah digit pelanggan 8 digit O(AB) DEFG X1 X2 X3 X4 ; dan untuk kode area 3 digit, jumlah digit pelanggan 7 digit O(ABC) DEFG X1 X2 X3. Mengingat penomoran pelanggan merupakan sumber daya terbatas yang dikuasi oleh pemerintah (bukan dikuasai oleh penyelenggara telekomunikasi) dan dengan adanya penghapusan monopoli sejak tahun 2004, maka penomoran jaringan tetap lokal yang semula hanya digunakan untuk PT. Telkom akhirnya juga diperuntukkan penyelenggara telekomunikasi lain yang menyelenggarakan jaringan tetap lokal termasuk FWA. Era penghapusan monopoli tahun 2004 ini ditandai dengan dimulainya era baru dalam pola layanan dan pemasaran mendapatkan pelanggan telepon tetap lokal, yaitu adanya pola pra bayar yang sebelumnya belum pernah ada. Pola layanan Prabayar tersebut menyedot banyak sumber daya penomoran. Dalam sisi yang lain, FTP Nasional 2000 dirancang belum mengantisipasi adanya layanan pra-bayar dimaksud.
Adanya FTP 2000 tersebut menuntut PT. Telkom untuk melakukan penyesuaian dengan cara melakukan koordinasi dengan Ditjen Postel untuk proses penataan penomoran sesuai FTP 2000 tersebut. Dalam rangka kepatuhan terhadap regulasi maka, semenjak bulan Mei 2002, melalui surat kepada Ditjen Postel , PT Telkom telah menyerahan daftar blok penomoran jaringan tetap lokal yang belum terpakai kepada pemerintah, dilanjutkan pelaporan update data nomor yang belum terpakai pada bulan November 2003. Namun seiring dengan pertumbuhan layanan jaringan tetap FWA, permintaan blok penomoran semakin tinggi, maka pengaturannya mulai diketatkan, dan PT Telkom diminta untuk melaporkan penggunaan blok penomoran kepada p emerintah. Dalam upaya untuk melakukan penataan penggunaan penomorannya, maka di mulai pada bulan April 2008, Telkom telah melakukan penataan nomor pelanggan sesuai FTP untuk kode area 0251 (Bogor) dengan proses GNO (Ganti Nomor).
Sedangkan koordinasi antara PT Telkom dengan Ditjen Postel untuk menindak lanjuti permohonan PT. Telkom adalah dengan melakukan sejumlah pertemuan dan kegiatan yang antara lain adalah melakukan inventarisasi data eksisting penggunaan blok nomor pelanggan Telkom Flexi secara nasional dan melakukan cross check numbering dengan blok nomor yang digunakan oleh penyelenggara FWA lainnya. Koordinasi terakhir telah berlangsung pada tanggal 19 Maret 2009 dengan kesepakatan: akan dilakukan penetapan blok nomor pelanggan TelkomFlexi secara nasional untuk 351 kode area, dan sebelumnya telah ditetapkan blok nomor pelanggan TelkomFlexi untuk kode area 0251 (Bogor) dan untuk beberapa kode area lainnya akan dibahas lebih lanjut karena masih memerlukan proses validasi data exsisting.
Mengingat pembahasan dan permasalah penomoran Telkom Flexi ini sudah sepenuhnya diselesaikan, maka diharapkan dalam waktu dekat ini penetapan blok penomoran untuk Telkom Flexi ini oleh pemerintah dapat disahkan. Hanya saja, Departemen Kominfo tetap mengharapkan pada PT Telko, bahwa apapun resiko, effort dan biaya yang timbul akibat penataan tersebut serta kegiatan sosialisasi yang wajib dilakukan sudah dipertimbangkan dan harus dilakukan secara efisien dan efektif.
---------------
Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id, Tel/Fax: 021.3504024).