-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Rapat Dengar Pendapat Komisi 1 DPR-RI Dengan Dirjen Postel, ATSI, ASSI dan ASKITEL Tentang Masalah Regulasi dan Bisnis Telekomunikasi
Siaran Pers No. 17/DJPT.1/KOMINFO/3/2008
Komisi 1 DPR-RI pada tanggal 4 Maret 2008 telah mengadakan rapat dengan pendapat dengan Dirjen Postel, ATSI, ASSI dan ASKITEL, yang masing-masing didampingi oleh jajaran masing-masing. Rapat dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi 1 DPR-RI Arief Mudatsir Mandan (dari FPP) dan dihadiri oleh Ketua Komisi 1 DPR-RI Theo L. Sambuaga serta sejumlah anggota Komisi 1 DPR-RI. Rapat ini diawali dengan presentasi dari ketiga asosiasi terkait dan kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar. Beberapa informasi penting yang dipresentasikan oleh Dirjen Postel adalah sebagai berikut:
- Sampai dengan akhir September 2007 Perkembangan jumlah penyelenggara telepon tetap dan seluler serta jumlah pelanggannya sebagai berikut: 4 penyelenggara telepon tetap, 3 penyelenggara telepon FWA, dan 8 penyelenggara telepon selular. Sedangkan jumlah pelanggannya: 8.758.096 pelanggan telepon tetap, 9.069.827 pelanggan telepon FWA, dan 81.834.590 pelanggan telepon seluler. Dengan demikian Teledensitas sampai dengan akhir September 2007 adalah : PSTN (3,89%), FWA (4,03%), dan Selular (36,39%). Ini dengan catatan populasi tahun 2007 sebesar 224.904.900 orang. Akan halnya prosentase pertumbuhan pelanggan adalah sebagai berikut: pelanggan telepon tetap (-0,55%), pelanggan telepon FWA (50,81%), pelanggan telepon selular (28,26%), dan pertumbuhan total pelanggan (26,76%).
- Komponen layanan masyarakat terdiri dari: ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas layanan:
- Khusus untuk ketersediaan ini antara lain adalah ketersediaan backbond internasional seperti tersebut berikut :
NO | PENYELENGGARA | JALUR | KETERANGAN |
1 | PT. Telkom Indonesia | Jakarta - Singapura | Eksisting |
2 | PT. Indosat | Jakarta - Singapura | Eksisting |
3 | PT. Excelcomindo Pratama | Jakarta - Batam - Malaysia | Eksisting |
4 | PT. Mora Telematika Indonesia | Batam - Singapura | Selesai penggelaran kabel SKKL akhir bulan Maret 2008 |
5 | PT. Asiakomnet | Batam - Singapura | Belum dilaporkan |
6 | PT. Napinfo | Jakarta - Batam - Singapura | Status izin prinsip dan Selesai penggelaran kabel SKKL akhir bulan Maret 2008 |
7 | PT. Bakrie Telecom | Batam - Singapura Kupang - Darwin (tahun 2011) | Status izin Prinsip SLI terdapat komitmen pembangunan SKKL Batam - Singapura. |
- Sedangkan untuk backbone domestik, saat ini sudah dibentuk Konsorsium Palapa Ring yang terdiri dari: PT. Telkom Indonesia , PT. Indosat , PT. Excelcomindo Pratama , PT. Bakrie Telecom , PT. Infocom Elektrindo , dan PT. Powertel Utama Internusa . Target dari pembangunan proyek Palapa Ring Tahap I akan mencakup wilayah Indonesia Timur dengan titik pendaratan pada 30 kota/kabupaten serta dengan kapasitas 84 Gbps dan dapat dikembangkan hingga 100 Gbps. Selain Palapa Ring, untuk backbone domestik sampai dengan akhir September 2007 terdapat: Sistem Fiber Optik: (9 operator jaringan tetap tertutup telah membangun jaringan backbone domestik yang meliputi beberapa ring di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara serta sistem komunikasi kabel laut yang menghubungkan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara), Satelit (Telkom1, Telkom2, PALAPA C2, PALAPA PAC-C/PALAPA PAC-Ku) dan Microwave Link (Trans Sumatera, Jawa Bali, NusaTenggara, Trans Kalimantan dan Trans Sulawesi).
- Mengenai ketersediaan backhaul dan akses, maka dalam hal backhaul k ota - kota yang sudah dihubungkan dalam bentuk Ring menggunakan fiber optik meliputi Jakarta, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta. Sebagian besar kota - kota lainnya menggunakan radio terestrial. Untuk kedepan, selain didorong untuk mengunakan fiber optik, juga akan digunakan teknologi BWA. Akan halnya tabel data broadband di Indonesia (Posisi akhir 2007) adalah sebagai berikut:
Indikator | Satuan | 2006 | 2007 |
Fix Broadband User (ADSL, FO, Ethernet, HFC) | User | 196.000 | 241.000 |
Mobile Broadband User (3G) | User | 1.500.000 | 5.589.655 |
- Masih terkait dengan ketersediaan akses ini, akses pita lebar mencakup Broadband Wireless Access (BWA) yang merupakan salah satu teknologi akses yang dapat memberikan akses nirkabel dengan relatif cepat dan dapat menyediakan layanan mobilitas. Implementasi BWA sendiri dapat merupakan evolusi dari sistem selular (2G/3G) ataupun evolusi dari sistem nirkabel berbasis internet seperti misalnya WiMax. Selain itu, Ditjen Postel telah menetapkan spesifikasi teknis perangkat BWA yang bekerja di frekuensi 2,3 GHz dan 3,3 GHz. Penetapan spesifikasi ini sangat startegis dan sedapat mungkin dibuat untuk kepentingan industri dalam negeri.
- Khusus untuk kondisi persatelitan di Indonesia , dalam sidang W orld Radiocommunication Conference 2007 (WRC-07) yang telah berlangsung pada tanggal 22 Oktober - 16 Nopember 2007 di Jenewa, Swiss, delegasi Indonesia telah berhasil memperjuangkan penyelamatan tiga filing jaringan satelit Indonesia, yaitu : INDOSTAR-1 (107.7°BT), PALAPA-C1 (113°BT), dan PALAPA-C4 (150,5°BT), yang sebelumnya terancam akan (dan/atau telah) di-SUPPRESS oleh ITU. Pemberian Hak Penggunaan filing satelit dilaksanakan dengan prinsip sebagai berikut: memberikan manfaat sebesar-besarnya pada kepentingan rakyat banyak dan kepentingan nasional; dan efisiensi penggunaan sumber daya (slot orbit dan spectrum frekuensi radio).
- Lain ketersediaan, lain pula keterjangkauan, yang diawali dengan indikator kebijakan kompetisi, yang diarahkan pada kualitas kompetisi itu sendiri yaitu mendorong para pemilik ijin penyelenggaraan telekomunikasi yang belum terlihat melaksanakan aktivitasnya menjadi aktif atau melaksanakan kewajibannya selaku pemilik ijin. Hal ini dilakukan melalui penciptaan modern licensing yang menekankan pada pelaksanaan kewajiban dan waktu pemenuhan kewajiban. Dalam rangka mengembangkan kompetisi khususnya untuk layanan Sambungan Langsung Internasional (SLI), pemerintah telah menerbitkan 1 (satu) ijin prinsip untuk penyelenggara SLI, sehingga pada akhir tahun 2008 akan ada 3 (tiga) penyelenggara SLI yaitu PT. Telkom, PT. Indosat dan PT. Bakrie Telecom.
- Indikator lain dari keterjangkauan adalah kebijakan tarif layanan telekomunikasi. Salah satu faktor pengembangan akses ICT nasional adalah terciptanya affordability , yaitu penyediaan akses ICT dengan harga terjangkau kepada masyarakat. Untuk meningkatkan tingkat affordabilitas akses ICT kepada masyarakat maka pemerintah terus mendorong terjadi kecenderungan penurunan tarif. Penurunan tarif didorong dari satu komponen tarif yaitu penurunan biaya interkoneksi. Biaya interkoneksi adalah biaya yang dibayarkan oleh penyelenggara untuk memakai jaringan penyelenggara lain untuk meneruskan panggilan. Oleh karena itu, biaya interkoneksi ini dikontrol oleh pemerintah. Dari hasil perhitungan biaya interkoneksi yang dilakukan bersama para penyelenggara diperoleh besaran biaya interkoneksi dengan penurunan 20% - 40% pada layanan selular dan 5% -20% pada jaringan tetap untuk transit dan jarak jauh. Dengan penurunan biaya interkoneksi sebagai bagian komponen tarif, maka akan berdampak terhadap penurunan tarif layanan telekomunikasi. Implementasi besaran biaya interkoneksi dan penurunan tarif layanan telekomunikasi akan dimulai pada 1 April 2008. Pada saat ini sedang dirumuskan aturan pentarifan layanan jaringan bergerak selular sebagai dasar dalam penurunan tarif per 1 April 2008 yang akan datang. Regulasi tersebut akan menghilangkan batasan bawah sebagaimana terdapat pada aturan eksisting menjadi aturan dengan mekanisme pasar. Regulasi pentarifan dengan mekanisme pasar tersebut akan didorong juga diterapkan pada tarif layanan jaringan tetap (PSTN), layanan multimedia dan nilai tambah.
- Untuk mewujudkan tarif layanan telekomunikasi yang terjangkau, pemerintah juga telah menyelesaikan perhitungan biaya sewa jaringan yang berbasis biaya sebagaimana diamanatkan Peraturan Menteri nomor 3 tahun 2007. Pengaturan ini juga mewajibkan semua operator yang menyediakan layanan sewa jaringan untuk mencantumkan kapasitas yang tersedia pada setiap wilayah layanan dan besaran tarifnya. Pengaturan besaran tarif sewa jaringan sangat strategis mengingat layanan sirkit sewa merupakan intermediate services (layanan antara) dalam penyediaan layanan jasa telekomunikasi.
- Pengelolaan spektrum frekuensi yang dilakukan oleh Depkominfo dari tahun ke tahun menghasilkan suatu Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang selalu meningkat. Guna mengefisienkan penggunaan spektrum frekuensi radio maka saat ini sedang dikaji tentang kebijakan BHP Frekuensi Radio untuk penyiaran televisi. PNBP dihitung berdasarkan dua jenis pengenaan tarif yaitu berdasarkan pita dan berdasarkan kanal (stasiun radio). Tarif berdasarkan pita telah diterapkan untuk pengenaan tarif layanan 3G, sedangkan jenis tarif berdasarkan kanal diterapkan untuk semua penggunaan frekuensi selain untuk layanan 3G. BHP berdasarkan pita akan didasarkan pada nilai ekonomis suatu pita (untuk keperluan yang dapat menghasilkan profit bagi penggunanya) yang bersifat eksklusif. Selanjutnya saat ini Ditjen Postel sedang melakukan pengkajian tarif BHP Frekuensi untuk lembaga penyiaran TV. BHP untuk Penyiaran TV yang berlaku saat ini relatif rendah dibandingkan dengan jumlah stasiun radio TV maupun lebar pita frekuensi yang didudukinya. Sehingga menimbulkan inefisiensi terhadap Penggunaan pita frekuensi terutama untuk TV analog. Ditjen Postel telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada lembaga Penyiaran TV bahwa sedang dilakukan kajian penyesuaian tarif BHP Frekuensi untuk Penyiaran TV. Selain hal tersebut, saat ini juga sedang dikaji mengenai efektivitas penggunaan spectrum frekuensi penyelenggara selular dibandingkan komitmen pembangunan BTS yang pada akhirnya terkait dengan BHP Frekuensi sebagai penerimaan Negara bukan pajak. Ditjen Postel telah mengirimkan surat peringatan kepada penyelnggara Seluler segera memanfaatkan frekuensi yang diduduki tersebut dengan cara membangun BTS secepatnya dan membayar BHP Frekuensi sesuai ketentuan. Berikut ini disampaikan target dan realisasi PNBP (2004 s/d. 2008) yang menjadi tanggung jawab Ditjen Postel sebagai berikut :
NO | T.A. | TARGET | REALISASI | % |
1 | 2004 | 1,116,965,000,000 | 1,351,155,041,873 | 120.97 |
2 | 2005 | 1,750,000,000,000 | 1,776,670,453,527 | 101.52 |
3 | 2006 | 3,799,265,744,815 | 3,964,867,729,799 | 104.36 |
4 | 2007 | 4,100,000,000,000 | 5,112,741,875,856 | 124.70 |
5 | 2008 | 5,551,535,950,000 | 1,365,040,903,051 | 24.59 |
- Informasi lain yang juga cukup menarik dari aspek keterjangkauan adalah tentang tender USO. Tender USO yang telah dilaksanakan dari tanggal 21 September 2007 sampai dengan 6 Desember 2007 dengan hasil tidak ada satu pesertapun yang memenuhi persyaratan dan saat ini sedang dalam menghadapi proses gugatan dari PT. ACeS di PTUN.
- Aspek berikutnya dari komponen layanan masyarakat adalah kualitas layanan. Dengan mempertimbangkan kepentingan pengguna jasa telekomunikasi, melihat kecenderungan negara-negara lain dalam mengimplementasikan regulasi QoS serta amanat Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 (PP52), maka saat ini Depkominfo sedang menyusun standar QoS Jasa Telekomunikasi. Nantinya, Pemerintah akan melaksanakan kerangka kerja QoS dimana QoS dari para penyelenggara jasa di pasar akan diukur, dilaporkan, ditegakkan law enforcement-nya dan dipublikasikan statistik pencapaian standar QoS-nya pada web site regulator telekomunikasi berdasarkan definisi dan metodologi pengukuran yang seragam.
- Kemajuan teknologi telekomunikasi dan IT memicu konvergensi jaringan yang dapat melayani voice, data dan video sekaligus, yang berdampak tidak hanya melayani telekomunikasi namun juga IT dan Penyiaran. Hal ini akan merubah struktur industri telekomunikasi, model bisnis IT dan penyiaran. Untuk itu akan ditempuh langkah-langkah dengan skema kebijakan berikut ini:
- Bersama dengan seluruh penyelenggara telekomunikasi dan stakeholder lainnya menyusun suatu roadmap Infrastuktur TIK, sebagai bagian dari roadmap TIK Nasional.
- Penataan ulang struktur industri telekomunikasi dimulai dari penyelenggaraan telekomunikasi yang strategis (seluler dan fixed line) untuk mendorong peningkatan penetrasi (teledensitas) dan optimalisasi spektrum frekuensi nasional sebagai resources terbatas.
- Kebijakan yang mengandung keberpihakan terhadap players dalam negeri dengan menyusun aturan main yang memihak kepada investor dan industri dalam negeri tanpa menyalahi komitmen WTO.
- Pemanfaat pasar dalam negeri untuk menjadi basis kompetisi global agar kebangkitan industri dalam negeri dapat segera terwujud.
- Pembentukan konsorsium sinergis antara industri ICT, perguruan tinggi, instansi pemerintahan terkait agar upaya pembangunan basis industri nasional secara bertahap dapat diimplementasikan.
- Percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan mendayagunakan berbegai sumber PNBP, USO dan lain-lain untuk menjaga keseimbangan ketersediaan akses.
- Melaksanakan kajian akademik UU 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi, dan diteruskan dengan usulan perubahan UU 36 tahun 1999 Perubahan UU dapat berupa: UU Konvergensi , peleburan UU No 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dan UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran; atau Undang undang Telekomunikasi dan UU Penyiaran yang terpisah namun telah diharmonisasikan.
- Untuk penyusunan regulasi ke arah konvergensi ini langkah-langkah persiapan adalah sebagai berikut: telah disusun suatu konsep roadmap infrastuktur TIK yang merupakan hasil deklarasi Bali pada acara Apricot 2007, m elaksanakan pengkajian perhitungan BHP frekuensi yang dapat mendukung efisiensi penggunaan spektrum untuk keperluan layanan yang bersifat konvergensi, dan mendorong industri dalam negeri dibidang telekomunikasi dan penyiaran untuk mengambil peran dengan melakukan penelitian dan pengembangan, melalui penyusunan standardisasi yang mengantisipasi kemajuan teknologi masa depan.
- Informasi yang mungkin juga banyak ditunggu oleh berbagai kalangan adalah tentang kebijakan penggunaan menara bersama. Sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam mendorong kompetisi dibidang telekomunikasi dan pemberian peluang yang luas kepada pihak swasta untuk melakukan investasi dalam industri jasa telekomunikasi telah memberi dampak positif terhadap kondisi penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Namun di sisi lain, bertambahnya jumlah operator telekomunikasi khususnya yang menggunakan spektrum frekuensi membuat pembangunan menara telekomunikasi juga semakin banyak. Kondisi ini telah membuat inefisiensi investasi secara nasional dan seringkali pembangunan menara dilakukan untuk memenuhi tujuan operasional operator dan kurang memperhatikan aspek ekonomis dan lingkungan seperti keamanan dan estetika. Untuk itu, Pemerintah dalam waktu dekat akan menerbitkan kebijakan penggunaan infrastruktur secara bersama-sama dan pada tahap awal kebijakan sharing ini akan diterapkan di industri wireless (FWA dan Selular) dengan pola penggunaan menara bersama.
- Masalah lain yang juga diinformasikan oleh Dirjen Postel adalah tentang rencana penertiban frekuensi radio untuk keperluan penyiaran. Latar belakang terjadinya pelanggaran penggunaan frekuensi penyiaran diakibatkan keterlambatan implementasi UU Penyiaran, dimana peraturan pelaksanaannya terlambat akibat perselisihan kewenangan antara Pemerintah danKPI. Di sisi lain, akibat euphoria otonomi daerah, sejumlah izin frekuensi Penyiaran diterbitkan oleh sejumlah pemerintah daerah tanpa mengikuti ketentuan teknis yang berlaku seperti master plan frekuensi penyiaran untuk radio siaran FM maupun Master Plan untuk TV Siaran UHF. Ditjen Postel meminta bantuan dukungan Komisi I DPR RI terhadap upaya penertiban frekuensi Radio dan TV Siaran ini, dan dalam pelaksanaannya sepenuhnya berkordinasi dengan pihak POLRI dan Pemda setempat.
Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3860766