-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Progress Report Penyusunan Rancangan Regulasi Mengenai Tata Cara Intersepsi (Penyadapan) Berdasarkan UU ITE
Siaran Pers No. 213/PIH/KOMINFO/11/2009
(Jakarta, 10 November 2009) . Pada beberapa minggu terakhir ini, pemberitaan oleh sejumlah media massa tentang masalah penyadapan pembicaraan melalui layanan telekomunikasi terhadap suatu masalah tertentu telah dan sedang menjadi topik yang sangat aktual. Pada saat yang bersamaan, pada tanggal 9 November 2009 Departemen Kominfo telah menyelenggarakan Seminar Tata Cara Intersepsi (Lafwul Interception) di Jakarta. Seminar yang topiknya sedang hangat dan sangat strategis tersebut telah dibuka secara resmi oleh Menteri Kominfo Tifatul Sembiring dan dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari para anggota tim antar departemen yang menangani penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Intersepsi, aparat penegak hukum, instansi pemerintah, praktisi hukum, praktisi tehnologi informatika, Operator penyelenggara telekomunikasi dan komunitas tehnologi informatika.
Menteri Kominfo dalam sambutannya mengatakan, bahwa pembahasan ini tidak ada kaitannya dengan suasana maraknya perdebatan masalah penyadapan akhir-akhir ini, karena Pasal 31 ayat (4) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Traksaksi Elektronikmengamanatkan tentang penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Intersepsi, karena memang sudah cukup lama dipersiapkan pembahasannya. Lebih lanjut dikemukakan oleh Menteri Kominfo, bahwa sejak Mei 2008 Departemen Kominfo bersama tim antar departemen yang antara lain terdiri dari unsur Kejaksaan Agung, Polri, KPK, Departemen Hukum dan HAM, Departemen Pertahanan, BIN, dan beberapa penyelenggara r telekomunikasi mulai menyusun RPP tentang Tata Cara Intersepsi, dan selanjutnya pada bulan Oktober 2009 yang lalu naskah RPP telah disampaikan ke Dpartemen Hukum dan HAM untuk proses harmonisasi. Menteri Kominfo berharapd RPP ini bisa segera disahkan menjadi PP paling lambat pada bulan April tahun 2010 sesuai dengan amanat pada Pasal 54 dari UU ITE tersebut.
Acara seminar tersebut telah berlangsung sangat menarik dan memungkinkan sharing idea dan pengalaman secara produktif dan konstruktif. Adapun 5 pembicara sebagai nara sumber yang telah berhasil dihadirkan dalam seminar tersebut adalah Chaterine Smith (Attorney General Department of Australia, yang telah menyampaikan presentasi dengan topik "Australian Regime for Tellecommunication Interceptio"), Dr. Moedjiono (Staf Ahli Menteri Kominfo bidang Hubungan Internasional dan Kesenjangan Digital dengan topik "Konsep dan Pengaturan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Intersepsi sebagai salah satu Peraturan Pelaksana UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE"), Muhammad Salahuddien (Wakil Ketua ID-SIRTII dengan topik "Masalah Security dan Efisiensi Dalam Rangka Mendukung Penerapan Lawful Interception"), Alan Dubberley (Aqsacom) dan Ashutosh Kar (Verint). Kedua nara sumber yang disebut terakhir itu memaparkan Best Pratices Penerapan Lawful Interception di Dunia.
Pasal 31 UU ITE tersebut secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain; (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/ atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan; (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya dalam Penjelasan UU tersebut, khususnya Pasal 31 ayat (1) menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
---------------
Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto; HP: 0811898504; Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).