-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Peringatan Ulang Bagi Para Penyelenggara Telekomunikasi Terhadap Larangan Promosi Tarif Gratis Layanan Telekomunikasi SMS Untuk Lintas Operator (Off Net) dan Perang Tarif Secara Tidak Proporsional Berdasarkan Data Kuantitatif Keluhan dan Pengaduan Pengguna Layanan Telekomunikasi
Siaran Pers No. 44/PIH/KOMINFO/4/2010
(Jakarta, 13 April 2010). Beberapa bulan terakhir ini, baik melalui call centre, SMS, email maupun surat tertulis secara fisik langsung, Kementerian Kominfo cukup banyak menerima keluhan dari sebagian warga masyarakat terhadap kualitas layanan telekomunikasi yang cenderung sangat fluktuatif, dalam arti ada saatnya cukup bagus (sebagaimana evaluasi kinerjanya pernah dipublikasikan secara random pada bulan Januari 2010), namun ada saatnya pula menimbulkan keluhan masyarakat dari tingkat yang moderat hingga cukup ekstrem tingkat keluhannya, yang dialamatkan pada hampir sebagian besar penyelenggara telekomunikasi. Kementerian Kominfo melalui Pusat Informasi dan Humas telah melakukan rekapitulasi dan hasil catatan kuantitatif keluhan yang disampaikan oleh sejumlah warga masyarakat sejak tanggal 2 Januari s/d. 31 Maret 2010 yang datanya adalah sebagai berikut:
No. | Jenis Keluhan / Pengaduan | Jumlah Orang / Entitas Yang Menyampaikan Keluhan / Pengaduan | Regulasi Yang Seharusnya Wajib Menjadi Rujukan | Keterangan |
1. | Inkonsistensi (ketidak sesuaian) antara tarif promosi yang ditawarkan dengan realita. | 25 | Peraturan Menteri Kominfo No. 9Tahun 2008 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif serta Interkoneksi . | Jika tidak ditangani dengan baik, berpotensi mudah dianggap memiliki unsur kebohongan publik. |
2. | Minimnya publikasi ketentuan berlaku | 9 | Peraturan Menteri Kominfo No. 9Tahun 2008 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif serta Interkoneksi . | Pada umumnya yang mengeluhkan memahami, bahwa ketentuan berlaku tidak sama besar font hurufnya dengan judul promosi. Tetapi minimal dapat terbaca secara jelas. |
3. | Panggilan terputus antar jaringan. | 21 | Peraturan Menteri Kominfo No. 10, No. 11, No. 12, No. 13 dan No. 14Tahun 2008 , yang umumnya mengatur tentang standar kualitas pelayanan (tergantung jenis layanannya); dan PPNo. 7 Tahun 2009 tentang PNBP Depkominfo. | Kondisi ini kadang sangat mengganggu kenikmatan saat bertilfon. |
4. | Panggilan terputus dalam sesama jaringan. | 14 | Peraturan Menteri Kominfo No. 10, No. 11, No. 12, No. 13 dan No. 14Tahun 2008 , yang umumnya mengatur tentang standar kualitas pelayanan (tergantung jenis layanannya); dan PPNo. 7 Tahun 2009 tentang PNBP Depkominfo. | Kondisi ini kadang sangat mengganggu kenikmatan saat bertilfon. |
5. | Pesan SMS dalam bentuk promosi dari suatu perusahaan tertentu secara berulang. | 11 | Peraturan Menteri Kominfo No. 1Tahun 2009 tentang Jasa Pesan Premium dan Pengiriman SMS Ke Banyak Tujuan. | Sebagian masyarakat mengganggapnya sebagai spamming dan selalu muncul berulang meskipun sudah ada ketentuan larangannya. |
6. | Kelengkapan informasi yang disampaikan layanan call centre operator atas keluhan tagihan pengguna layanan. | 10 | Peraturan Menteri Kominfo No. 10, No. 11, No. 12, No. 13 dan No. 14Tahun 2008 , yang umumnya mengatur tentang standar kualitas pelayanan (tergantung jenis layanannya); dan PPNo. 7 Tahun 2009 tentang PNBP Depkominfo. | Pihak personil di call centre kadang tidak tuntas dalam menjelaskan, sehingga memaksa pelanggan untuk harus mendatangi secara fisik sentral layanan terdekatnya. |
7. | Tergerusnya pulsa pra bayar tidak hanya karena out-going SMS dan voice, tetapi juga oleh incoming SMS dan voice. | 18 | Peraturan Menteri Kominfo No. 10, No. 11, No. 12, No. 13 dan No. 14Tahun 2008 , yang umumnya mengatur tentang standar kualitas pelayanan (tergantung jenis layanannya); dan PPNo. 7 Tahun 2009 tentang PNBP Depkominfo; serta Peraturan Menteri Kominfo No. 9Tahun 2008 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif serta Interkoneksi . | Logikanya, pulsa tergerus karena out-going SMS dan atau SMS, tetapi saat menerima pun juga tergerus, sehingga sering menimbulkan kekecewaan pelanggan. |
8. | Tergerusnya pulsa pra bayar karena kesalahan dalam mengetik respon perintah operator atas suatu promosi tertentu. | 9 | Peraturan Menteri Kominfo No. 10, No. 11, No. 12, No. 13 dan No. 14Tahun 2008 , yang umumnya mengatur tentang standar kualitas pelayanan (tergantung jenis layanannya); dan PPNo. 7 Tahun 2009 tentang PNBP Depkominfo; serta Peraturan Menteri Kominfo No. 9Tahun 2008 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif serta Interkoneksi . | Kebanyakkan yang mengeluh mengatakan, bahwa perintah sesungguhnya sudah dipenuhi secara tepat, tetapi masih dianggap salah dan otomatis pulsa terus tergerus. |
9. | Respon operator terhadap keluhan pelanggan yang disampaikan di media cetak dan on-line. | 4 | Peraturan Menteri Kominfo No. 10, No. 11, No. 12, No. 13 dan No. 14Tahun 2008 , yang umumnya mengatur tentang standar kualitas pelayanan (tergantung jenis layanannya); dan PPNo. 7 Tahun 2009 tentang PNBP Depkominfo; serta Peraturan Menteri Kominfo No. 9Tahun 2008 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif serta Interkoneksi . . Disamping itu juga UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. | Khusus mengenai respon operator terhadap keluhan pelanggan yang diterbitkan media cetak dan on-line memang cenderung cukup cepat untuk segera diatasi. Namun demikian tingkat keluhanmelalui media ini cukup tinggi dan selalu muncul hampir setiap hari, dan mencapai puncaknya di akhir minggu. |
10. | Munculnya pesan missed call yang anehnya tertera nama sendernya adalah nama suatu bank tertentu, seperti misalnya: You have 1 messages(s) from.......and other(s). Please dial ..... or dial.......from abroad to retrieve your messages. | 10 | Peraturan Menteri Kominfo No. 10, No. 11, No. 12, No. 13 dan No. 14Tahun 2008 , yang umumnya mengatur tentang standar kualitas pelayanan (tergantung jenis layanannya); dan PPNo. 7 Tahun 2009 tentang PNBP Depkominfo; serta Peraturan Menteri Kominfo No. 9Tahun 2008 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif serta Interkoneksi . . Disamping itu juga UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. | Seharusnya dan seperti biasanya tertulis, misalnya: From 222. di bawahnya tertulis: anda mempunyai pesan .........dari.......dan lainnya, silakan tekan ..... atau tekan.........bagi yang berada di luar negeri untuk mendengarkan. |
Meskipun pada saat-saat tertentu BRTI dan Kementerian Kominfo melakukan evaluasi terhadap standar kualitas pelayanan jasa telekomunikasi, data-data keluhan yang disampaikan tersebut di atas menggambarkan, bahwa pengaduan dan keluhan tersebut harus memperoleh perhatian dari para penyelenggara telekomunikasi. Secara kuantitatif jumlah keluhan dan atau pengaduan yang terkumpul memang tidak terlalu signifikan jumlahnya, akan tetapi jika tidak diperhatikan secara proporsional, maka kemungkinkan konsekuensinya adalah antara lain sebagai berikut:
- Kecenderungan sikap underestimate pengguna telekomunikasi terhadap kualitas jasa telekomunikasi akan terus berkembang, meskipun mereka menyadari tidak ada pilihan lain selain hanya menggunakan jasa pilihan telekomunikasi yang tersedia, karena jasa telekomunikasi sekarang sudah menjadi kebutuhan primer sebagian besar masyarakat.
- Rubrik keluhan dan pengaduan terhadap kualitas jasa telekomunikasi yang ada di media cetak dan on-line akan tetap muncul secara rutin dengan frekuensi yang cukup tinggi (ini belum terhitung untuk kualitas layanan internet yang kadang up and down atau kurang stabil).
- Mudah berpotensi membuka kemungkinan terjadinya legal action dari satu atau sekelompok pengguna jasa telekomunikasi yang tidak puas terhadap suatu kualitas layanan telekomunikasi tertentu ke pihak aparat penegak hukum, mengingat kemungkinan kurang adanya respon yang signifikan dari pihak penyelenggara telekomunikasi.
Melalui Siaran Pers ini, Kementerian Kominfo dan BRTI mengingatkan kembali kepada para penyelenggara untuk tetap mengutamakan kualitas pelayanan telekomunikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ini juga berlaku pada perang promosi tarif yang sering terjadi. Sesuai ketentuan yang ada, adalah sah bagi setiap penyelenggara telekomunikasi untuk menyajikan promosi tarif yang paling menarik perhatian sesuai strategi pemasaran masing-masing. Tetapi ketika sampai menimbulkan kebohongan publik dan menurunkan kualitas pelayanan, Kementerian Kominfo dan BRTI akan mengambil tindakan tegas. Karena sejak pertemuan Kementerian Kominfo dengan perwakilan para penyelenggara telekomunikasi pada tanggall 19 April 2008, Kementerian Kominfo dan BRTI sudah mengingatkan di awal, bahwa seandainya terjadi kebohongan publik, maka resiko sepenuhnya menjadi tanggung-jawab penyelenggara telekomunikasi yang bersangkutan dan tidak boleh melibatkan keberadaan regulator jika ada gugatan publik. Ketegasan ini perlu disampaikan untuk menunjukkan, bahwa BRTI tetap tegas dalam melakukan pengawasan terhadap kualitas layanan dan kondisi perang tarif yang saat ini sedang berlangsung.
Untuk sekedar mengingatkan, berikut ini adalah siaran pers hasil rapat tanggal 19 April 2008 yang merupakan risalah dari pertemuan tersebut:
- Pada tanggal 19 April 2007 di Ditjen Postel telah berlangsung rapat yang membahas masalah penyelesaian kontroversi promosi tarif seluler dan FWA. Rapat ini sesungguhnya dilatar belakangi oleh kecenderungan semakin meningkatnya keluhan sejumlah pengguna jasa telekomunikasi seluler terhadap gejala inkonsistensi antara tarif yang dipromosikan dan kondisi yang sesungguhnya. Keluhan tersebut mulai dikirimkan ke Ditjen Postel maupun BRTI dalam beberapa minggu terakhir ini, yang menghendaki agar pihak regulator merespon persoalan tersebut secara bijaksana demi kepentingan konsumen selaku pengguna jasa telekomunikasi seluler. Rapat dipimpin oleh Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel yang didampingi oleh seorang anggota KRT-BRTI (Bambang Adiwiyoto) dan dihadiri oleh sebagian besar para penanggung jawab corporate communication dari penyelenggara telekomunikasi seluler (terkecuali yang tidak hadir adalah PT Mobile-8), yaitu: PT Excelcomindo Pratama; PT Telkomsel; PT Indosat; PT Telkom; PT Huchison CP Telecommunication; PT Natrindo Telekom Seluler; PT Bakrie-Telcom; dan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.
- Di awal rapat ini Ditjen Postel dan BRTI sudah mengingatkan, bahwa Ditjen Postel dan BRTI sama sekali tidak bermaksud mempersoalkan atau menyentuh esensi kreativitas, nilai seni dan daya tarik dari setiap promosi tarif yang dilakukan oleh para penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA, karena itu merupakan domain yang sepenuhnya menjadi kewenangan para penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA. Oleh karenanya, dalam rapat tersebut, seluruh penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA pada awalnya hanya diminta untuk menyampaikan penjelasannya secara rinci namun singkat tentang: esensi materi data tarif yang dipromosikan, konsistensi antara tarif yang dipromosikan dengan kondisi yang nyata serta pertanggung-jawabannya secara hukum seandainya ada yang mempersoalkan konsistensinya. Secara umum, seluruh penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA mengatakan, bahwa meskipun komponen tarif satu sama lain cukup saling berbeda, namun konsistensi tersebut tetap dapat dipertanggung-jawabkan, karena dasar perhitungannya dapat diterangkan kepada publik jika dibutuhkan. Para penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA menduga, bahwa munculnya persoalan ini mungkin di antaranya adalah karena persepsi sebagian konsumen terhadap suatu tarif murah tertentu dianggapnya bersifat permanen, padahal yang sesungguhnya terdapat durasi waktu tertentu, yang mungkin tidak diketahuinya secara jelas.
- Meskipun demikian, ada beberapa hal yang menjadi perhatian dan cukup keprihatinan Ditjen Postel dan BRTI, yaitu:
- Para penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA diminta untuk benar-benar konsisten dalam promosinya dan tidak memberikan data yang tidak benar, yang dapat dikategorikan sebagai kebohongan publik.
- Para penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA diminta untuk tidak mulai menciptakan kondisi perang promosi tarif yang cenderung ekstrem dan saling menjatuhkan. Hal ini selain tidak akan menguntungkan bagi industri telekomunikasi dari aspek tujuan kompetisi yang sehat, juga mudah menimbulkan penyalah gunaan informasi, yang pada akhirnya justru mudah menimbulkan persoalan hukum tertentu satu sama lain dan juga dengan konsumen. Para penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA mungkin perlu kembali menarik pelajaran dari iklim kompetisi promosi registrasi yang pernah berlangsung mulai tanggal 28 Oktober 2005 s/d. 27 September 2006, dimana indikasi saling menjatuhkan satu sama lain dalam promosinya boleh dikatakan nyaris tidak pernah terjadi.
- Para penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA diminta untuk dapat men- tracing secara rasional dan transparan terhadap munculnya suatu angka atau tarif murah tertentu, sehingga sesuatu yang sekilas mudah menimbulkan pro kontra dan seakan-akan "terlalu menjanjikan" dapat diterangkan secara jelas dan obyektif.
- Para penyelenggara telekomunikasi diminta untuk memperhatian code of conduct (aturan etika) dalam promosi tarif. Dan mengingat aturan etika ini belum ada secara kolektif, ATSI diminta untuk memprakarsai menyusunnya dengan difasilitasi Ditjen Postel dan BRTI.
- Mengingat segmentasi pengguna jasa telekomunikasi seluler dan FWA sangat beragam, penyelenggara telekomunikasi seluler dan FWA diminta untuk selalu bersikap pro aktif dalam menjelaskan esensi promosi tarifnya sesuai dengan segmentasinya agar tidah mudah menimbulkan interpretasi yang berbeda.
- Para pengguna jasa telekomunikasi seluler dan FWA diminta untuk tetap bersikap kritis dalam menyikapi promosi, baik dari aspek besaran, durasi waktu promosi, kelengkapan kata/simbol/kalimat yang menjadi icon atau eye-catching dalam promosi dari suatu penyelenggara telekomunikasi seluler tertentu. Seandainya menemu kenali adanya kejanggalan, pengguna jasa telekomunikasi seluler dapat langsung menyampaikan keluhannya ke call centre atau sentra layanan dari penyelenggara telekomunikasi seluler yang bersangkutan. Tetapi jika masih belum memuaskan dapat mengadukan ke Ditjen Postel maupun BRTI.
Meskipun Kementerian Kominfo dan BRTI sering harus cukup keras mengingatkan para penyelenggara telekomunikasi terhadap berbagai potensi dugaan pelanggaran yang ada, namun pada sisi lain Kementerian Kominfo dan BRTI juga layak menyampaikan sikap apresiasinya, karena secara umum sebagian besar penyelenggara telekomunikasi cenderung cepat memberi perhatian dan responsif atas keluhan dan atau pengaduan yang disampaikan di media cetak dan on-line, walaupun ekspresi penyampaian pengaduannya kadang ada yang cukup ekstrem dalam mendiskreditkan atau menjelek-jelekkan suatu penyelenggara telekomunikasi tertentu. Artinya, meskipun pada umumnya keluhan tersebut dikirimkan ke redaksi melalui email misalnya dengan substansi keluhan yang cukup ekstrem, tetapi para penyelenggara telekomunikasi tidak menganggapnya sebagai suatu tindakan pencemaran nama baik sebagaimana diatur pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Berdasarkan pantauan Kementerian Kominfo, respon penyelenggara telekomunikasi cukup sabar dalam segera mengatasinya. Ini menunjukkan, bahwa Kementerian Kominfo dan BRTI pun harus bersikap obyektif dalam menyampaikan penilaian dan evaluasi, yaitu jika kurang baik, disampaikan peringatannya, dan jika memang ada hal positif yang dilakukannya, maka sikap apreasiasi harus disampaikan oleh Kementerian Kominfo.
Sedangkan terkait dengan masalah larangan promosi gratis untuk pengiriman SMS lintas penyelenggara telekomunikasi (off net), sikap Kementerian Kominfo dan BRTI tetap tidak berubah, yang artinya ketentuan tersebut tetap berlaku, dan berdasarkan evaluasi yang saat ini masih berlangsung, Kementerian Kominfo dan BRTI akan melakukan asesmen terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa penyelenggara telekomunikasi terhadap larangan tersebut yang kini cenderung meningkat tingkat pelanggarannya. Sikap ini perlu disampaikan kepada publik, karena untuk menunjukkan, bahwa Kementerian Kominfo dan BRTI sangat prihatin terhadap pelanggaran secara terbuka yang sudah terlanjur dilakukan oleh beberapa penyelenggara telekomunikasi terhadap larangan tersebut meski dengan beragam dalih dalam promosinya. Sebagaimana diketahui, pada tanggal 12 Pebruari 2010 di Ditjen Postel Kementerian Kominfo telah berlangsung suatu pertemuan yang khusus membahas masalah larangan promosi tarif gratis layanan telekomunikasi. Pertemuan itu pada intinya menyebutkan, bahwa BRTI tetap mengingatkan tentang larangan promosi tarif gratis mengingat hasil monitoring di lapangan masih ditemu-kenali adanya pemberlakuan tarif gratis lintas penyelenggara telekomunikasi (off net) dan juga mengingatkan perlu segera dibuatkannya code of conduct yang mengatur etika dan tata krama dalam promosi layanan telekomunikasi di Indonesia.
Rapat tersebut akhirnya memutuskan, bahwa terhitung mulai jam 00.00 WIB tanggal 15 Pebruari 2010 (malam Senin saat itu) para penyelenggara telekomunikasi tersebut tidak boleh lagi melakukan promosi tarif gratis layanan telekomunikasi untuk lintas penyelenggara telekomunikasi (off net) melalui media massa (media cetak, media elektronik dan media on-line). Sedangkan promosi tarif gratis yang menggunakan out-door media seperti misalnya baliho dan lain sebagainya yang sifatnya permanen penempatannya dimungkinkan untuk melakukan penyesuaian dalam beberapa hari berikutnya mengingat dibutuhkan penanganan teknis tersendiri. Keputusan itu diambil secara demokratis, karena sebelum diambil keputusan, BRTI memandang perlu untuk sekali lagi mendengar aspirasi dari seluruh pandangan yang disampaikan oleh para penyelenggara telekomunikasi. Dengan demikian, tidak ada yang disebut keputusan sepihak oleh BRTI karena apapun aspirasi, keberatan dan pandangan yang ada dimungkinkan untuk diekspresikan secara bebas dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan tersebut menjadi sangat penting, karena sesungguhnya pada tanggal 24 Desember 2008 BRTI pernah juga mengirimkan surat No. 325/BRTI/XII/BRTI perihal larangan promosi tarif nol dan dan pemberian bonus gratis untuk layanan SMS antar operator. Namun dalam perkembangannya, larangan tersebut belum dipatuhi seluruhnya, dengan pertimbangan di kalangan penyelenggara telekomunikasi, yang menginginkan agar pengaturan tarif promosi layanan SMS lintas operator diatur oleh para penyelenggara telekomunikasi dengan membuat code of conduct yang mengatur mengenai etika dan tata krama berpromosi layanan telekomunikasi. Hanya saja, yang disayangkan oleh Kementerian Kominfo dan BRTI adalah, bahwasanya surat peringatan tanggal 24 Desember 2008 dan kesepakatan 12 Pebruari 2010 tetap juga belum dipatuhi secara merata dan konsisten, karena terbukti masih sering terjadi pelanggaran. Bahkan ada beberapa penyelenggara telekomunikasi tertentu yang secara terang-terangkan memasang iklan atau promosi SMS gratis lintas operator secara terbuka di sejumlah media out-door nya dan media-media cetak tertentu.
Pemberlakuan larangan tarif gratis ini tidak dimaksudkan oleh Kementerian Kominfo dan BRTI untuk tidak memungkinkan adanya penerapan tarif layanan telekomunikasi yang murah, terjangkau dan kompetitif. Dalam konteks esensi tarif murah tersebut, Kementerian Kominfo dan BRTI tidak perlu lagi diragukan komitmennya, sebagaimana pada awal tahun 2008 sudah bersama-sama para penyelenggara telekomunikasi menyelesaikan suatu perhitungan biaya interkoneksi, yang dalam pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk penurunan tarif telekomunikasi yang cukup radikal mulai awal bulan April 2008. Namun demikian, Kementerian Kominfo dan BRTI tidak ingin persaingan tarif ini diwarnai dengan sejumlah kegiatan promosi tarif gratis off net, yang tidak hanya berdampak pada buruknya kualitas layanan telekomunikasi, juga dapat menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat. Penjelasan ini perlu disampaikan untuk menepis persepsi sebagian warga masyarakat khususnya pengguna layanan telekomunikasi bahwa pemerintah dianggapnya tidak pro konsumen . Kementerian kominfo dan BRTI melalui kebijakan larangan tarif gratis off net justru menunjukkan keberpihakannya pada konsumen, karena para pengguna akan tetap memperoleh kualitas layanan yang cukup baik dan tidak disuguhi oleh sejumlah promosi yang kadang cukup membingungkan. Selain itu, pilihan penerapan tarif yang semurah-murahnya tetap sangat dimungkinkan , asal tidak gratis untuk lintas penyelenggara telekomunikasi. Dengan demikian, keputusan itu diambil dengan pertimbangan dari berbagai aspek dan dengan penuh kehati-hatian dan tidak atas suatu tekanan dari pihak manapun.
----------
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).