-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Kompilasi Q & A Di Sekitar Pemberlakuan Peraturan Menteri Kominfo No. 11 / PER / M. KOMINFO / 2 / 2009 Tentang Kampanye Pemilihan Umum Melalui Jasa Telekomunikasi
Siaran Pers No. 62/PIH/KOMINFO/2/2009
(Jakarta, 7 Pebruari 2009). Sejak Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh mensahkan Peraturan Menteri Kominfo No. 11/PER/M.KOMINFO/2/2009 tentang Kampanye Pemilihan Umum Melalui Jasa Telekomunikasi, Depkominfo mulai cukup banyak memperoleh sejumlah pertanyaan baik yang berasal dari kalangan masyarakat umum, wartawan maupun simpatisan Partai Politik tertentu. Berikut ini adalah kompilasi Q & A (Question and Answer) yang sudah terangkum selama 3 hari sejak disahkannya peraturan tersebut, yaitu:
- Pada Kampanye Pemilu 2004, aturan SMS Kampanye tidak diperlukan. Mengapa saat ini harus diatur? Memang benar pada saat Kampanye Pemilu 2004 tidak ada peraturan yang khusus mengatur masalah penggunaan jasa telekomunikasi untuk Kampanye Pemilu. Konstalasi kondisi saat ini bila ditinjau dari aspek perilaku masyarakat, ketergantungan masyarakat dan manfaat terhadap penggunaan jasa telekomunikasi telah jauh berbeda. Pertumbuhan jasa telekomunikasi, khususnya layanan seluler, layanan FWA (Fixed Wireless Access) dan layanan multimedia (terutama internet), yang meningkat sangat pesat dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini, terutama sejak adanya kecenderungan penurunan tarif telekomunikasi mulai bulan April 2008 mengakibatkan segmentasi pengguna jasa telekomunikasi sangat signifikan, baik ditinjau dari sisi kuantitas, demografi dan stratifikasi sosial. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk menyusun peraturan, dengan tujuan agar jasa telekomunikasi tersebut di satu sisi tetap terjaga etika penggunaannya dalam rangka keperluan Kampanye Pemilu dan di sisi lain standar kualitas layanan juga tetap terjaga (karena di luar keperluan Kampanye Pemilu tentunya masih banyak warga masyarakat yang membutuhkan jasa layanan tersebut untuk tujuan aktivitas dan bisnis masing-masing secara optimal dengan kualitas layanan yang terstandar).
- Mengingat Peraturan Menkominfo No. 11 Tahun 2009 baru diberlakukan tanggal 4 Pebruari 2009, sementara pada kenyataan Kampanye Pemilu sudah mulai berlangsung sejak bulan Juli 2008. Mengapa baru saat ini Peraturan Menteri Kominfo No. 11 Tahun 2009 disahkan? Departemen Kominfo, khususnya Ditjen Postel dan BRTI, sama sekali tidak bermaksud meperlambat penyelesaian rancangan peraturan ini, karena sesungguhnya BRTI sudah pernahmelayangkan surat kepada Ketua KPU pada tanggal 16 Juni 2008, namun tidak ada respon langsung dan kemudian ditindak-lanjuti dengan pertemuan antara BRTI dan KPU pada tanggal 24 Juli 2008, yang menghasilkan respon informal dari KPU, bahwa pada dasarnya KPU tidak keberatan dengan rencana penyusunan rancangan peraturan tersebut. Dalam perkembangan berikutnya, Ditjen Postel terus melakukan koordinasi dan pertemuan dengan KPU, para penyelenggara telekomunikasi dan YLKI untuk memformulasikan rancangan ini. Departemen Kominfo baru merasa lebih yakin untuk mensegerakan finalisasi rancangan peraturan ini setelah membuka konsultasi publik dengan Partai Politik sejak tanggal 13 Januari 2009 dan kemudian disusul dengan presentasi Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar di Gedung KPU pada tanggal 24 Januari 2009 di tengah-tengah acara sosialisasi peraturan Kampanye Pemilu oleh KPU.
- Bagaimana dengan pengaturan dan pengawasan terhadap Kampanye Pemilu yang menggunakan jasa telekomunikasi sebelum adanya Peraturan Menteri Kominfo No. 11 Tahun 2009? Meskipun peraturan tersebut baru disahkan pada tanggal 4 Pebruari 2009, bukan berarti sebelum itu tidak ada dasar hukum atau koridor yang mengaturnya. Acuan hukumnya merefer pada UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 21, yang menyebutkan, bahwa penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. Dalam penjelasannya disebutkan, bahwa penghentian kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh pemerintah setelah diperoleh informasi yang patut diduga dengan kuat dan diyakini bahwa penyelenggaraan telekomunikasi tersebut melanggar kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. Aturan tersebut memang bersifat umum dan hanya dapat menempatkan pihak penyelenggara telekomunikasi sebagai obyek hukum serta tidak menyebut tentang keterkaitannya dengan Partai Politik. Namun demikian, Pasal 21 tersebut cukup efektif untuk menuntut para penyelenggara telekomunikasi agar bersikap hati-hati untuk tidak bersentuhan dengan larangan-larangan yang diamanatkan oleh pasal tersebut.
- Apakah Peraturan Menteri Kominfo No. 11 Tahun 2009 hanya mengatur SMS Kampanye saja? Tidak, jenis jasa telekomunikasi yang diatur di dalam peraturan tersebut sangat beragam. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 8 Ayat (3) dari peraturan tersebut, bahwa Kampanye Pemilu dilaksanakan dengan menggunakan layanan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, antara lain: pertama, jasa telefoni dasar dan fasilitas layanan tambahannya, termasuk namun tidak terbatas pada jasa pesan singkat (SMS), jasa pesan multimedia (MMS), jasa pesan premium, nada dering (ring tone) dan nada dering balik (ring back tone). Yang kedua, adalah jasa nilai tambah teleponi, dan atau yang ketiga adalah jasa multimedia.Sehingga publik tidak perlu terkejut jika pas menelfon pihak lain dan ada respon nada deringnya yang berisi lagu-lagi mars atau himne Partai Politik tertentu, maka hal tersebut adalah sah menurut ketentuan.
- Bagaimana jika ada warga masyarakat yang tidak mau berulang kali menerima pesan Kampanye Pemilu?Penolakan atau keberatan tersebut sangat dimungkinkan, karena sebagaimana disebut pada peraturan tersebut, bahwa Pelaksana Kampanye Pemilu, Tim Kampanye Pemilu, penyelenggara jasa telekomunikasi dan atau penyelenggara konten (content provider) wajib menyediakan fasilitas kepada pelanggan untuk menolak penerimaan pesan Kampanye Pemilu. Jika pelanggan sudah menolak, maka Pelaksana Kampanye Pemilu, Tim Kampanye Pemilu, penyelenggara jasa telekomunikasi dan atau penyelenggara konten (content provider) dilarang melakukan pengiriman pesan Kampanye Pemilu berikutnya.
- Apakah dimungkinkan jika ada Pelaksana Kampanye Pemilu atau Tim Kampanye Pemilu dari suatu Partai Politik tertentu ingin menyebarluaskan SMS nya sebagai bentuk rayuan atau iklan politik kepada ratusan ribu atau jutaan masyarakat yang berada di suatu Provinsi tertentu yang notabene mayoritas merupakan konstituen dari Partai Politik kompetitornya yaitu dengan cara meminta nomor-nomor pelanggan tertentu di daerah atau provinsi yang dituju tersebut? Permintaan tersebut sama sekali tidak dimungkinkan, karena penyelenggara jasa telekomunikasi dilarang memberikan data nomor pelanggan maupun data lain yang terkait dengan pelanggan kepada Pelaksana Kampanye Pemilu, Tim Kampanye Pemilu dan atau penyelenggara konten (content provider). Larangan ini selain tercantum di dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 11 Tahun 2009, juga secara umum tercantum juga pada UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 42, yang menyebutkan: (1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya; (2) Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Demikian pula yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 23/M.KOMINFO/5/2005 tentang Registrasi Terhadap Pelanggan Jasa Telekomunikasi, dimana Pasal 5 menyebutkan, bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan data pelanggan dalam rangka perlindungan hak-hak privat pelanggan. Lebih lanjut juga disebutkan, bahwa dikecualikan dari ketentuan tersebut di atas penyelenggara jasa telekomunikasi wajib rnenyerahkan identitas pelanggan jasa telekomunikasi pra bayar sebagaimana dimaksud atas permintaan: a. Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk proses peradilan tindak pidana terkait; b. Menteri yang membidangi telekomunikasi untuk keperluan kebijakan di bidang telekomunikasi; c. penyidik untuk proses peradilan tindak pidana tertentu lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Bagaimana mungkin Pelaksana Kampanye Pemilu atau Tim Kampanye Pemilu mengetahui nonor-nomor HP kita jika ternyata kita tidak ada hubungan dengan Partai Politik tertentu meski ternyata kita dikirimi SMS juga? Atau adakah kemungkinan penyelenggara telekomunikasi "membocorkan" data identitas kita ke Partai Politik tertentu? Nomor HP dari seluruh pelanggan suatu penyelenggara telekomunikasi dapat saja dikirimi secara broadcast oleh suatu Partai Politik tertentu, yang konsekuensinya meski seseorang atau sekelompok orang merasa tidak memiliki hubungan dengan suatu Partai Politik tertentu tetapi tetap saja memperoleh SMS yang dimaksud. Apalagi jika Partai Politik tersebut mengirimkan secara broadcast ke seluruh pelanggan dari seluruh penyelenggara telekomunikasi. Kemungkinan lain adalah pengiriman secara point to point berdasarkan nomor identitas yang secara tidak sengaja pernah diketahui melalui berbagai pihak. Dengan demikian sangat kecil kemungkinan penyelenggara telekomunikasi "bermain mata" dengan Partai Politik tertentu, karena larangannya sangat tegas diatur di dalam UU Telekomunikasi.
- Apakah sangat mungkin Partai Politik memanfaatkan jasa layanan premium untuk Kampanye Pemilu? Sangat dimungkinkan. Itulah sebabnya sebagai salah satu antisipasinya, Menteri Kominfo telah mensahkan Peraturan Menkominfo No. 1/PER/M.KOMINFO/1/2009. Misalnya layanan tersebut sering dikenal dengan metode reg dan unreg.
- Pasal 12 Ayat (1) Peraturan Menkominfo No. 11 Tahun 2009 menyebutkan, bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan alokasi waktu yang sama dan memperlakukan secara berimbang Peserta Pemilu untuk menyampaikan materinya. Apakah pasal ini tidak cenderung konsumtif karena mendorong Partai Politik yang dananya terbatas untuk mengimbangi yang dananya besar? Sama sekali tidak konsumtif atau bukan pasal karet sekalipun. Pasal tersebut semata-mata hanya mendorong para penyelenggara telekomunikasi untuk bertindak atas dasar equal treatment dan non diskriminatif terhadap seluruh Partai Politik.
- Mengapa Bawaslu belum dilibatkan pembicaraannya dalam pembahasan penyusunan Peraturan Menkominfo No. 11 Tahun 2009 ini? Selama ini memang koordinasi pembahasan hanya dengan KPU sebagai otoritas penyelenggaqra pemilihan umum. Akan tetapi, Depkominfo khususnya BRTI tetap akan berkoordinasi dengan Bawaslu, karena ini menyangkut mekanisme pengawasan dan dimungkinkan dalam koordinasi tersebut disusun bersama tentang petunjuk pelaksanaannya. Dengan demikian, Departemen Kominfo sangat terbuka untuk menindak lanjuti pelaksanaan peraturan ini dengan berbagai pihak bagi suksesnya Kampanye Pemilu tahun 2009.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3504024