-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Kemungkinan Peninjauan Kembali Terhadap Tarif BHP Pita Frekuensi Radio Yang Eksisting Untuk Menuju Unified Access Licence
Siaran Pers No. 85/DJPT.1/KOMINFO/6/2007
Pada hari Senin pagi (jam 09.00 sd 12.00 WIB) tanggal 25 Juni 2007, Ditjen Postel akan mengadakan pertemuan di Hotel Santika Jakarta dengan berbagai pihak terkait (perwakilan pejabat dari BRTI, Departemen Keuangan, BPK, BPKP, penyelenggara telekomunikasi dan beberapa konsultan telekomunikasi) dalam suatu acara khusus yang dipimpin langsung oleh Direktur Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Tulus Rahardjo dengan topik "Tarif BHP Pita Frekuensi Menuju Unified Access Licence". Tujuan dari pembahasan dan pengkajian bersama ini adalah untuk menyusun suatu tarif BHP Pita Frekuensi untuk layanan seluler dan FWA (Fixed Wireless Access) dimana sejauh ini berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No. 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio adalah berdasarkan lebar pita dan konversi dari ISR (Izin Stasiun Radio). Selain itu, hasil pertemuan ini diharapkan diperoleh suatu rekomendasi awal tentang tarif BHP Frekuensi Radio yang mencerminkan suatu kekuatan frekuensi radio sebagai suatu elemen penting yang mampu memberi manfaat seoptimal mungkin baik kepada pihak penyelenggara maupun kepada masyarakat pengguna telekomunikasi, merumuskan formula tarif BHP Pita Frekuensi Radio yang bersifat sederhana dan mudah dihitung serta mendorong layanan yang kompetitif, pemanfaatan frekuensi yang efisien, optimal dan berbasis tehnologi netral. Dan yang tidak kalah penting adalah menciptakan optimalisasi penerimaan negara (PNBP) dan efektivitas biaya yang ditanggung oleh pihak industri (penyelenggara telekomunikasi).
Pertemuan tersebut dilatar belakangi oleh sejumlah kondisi faktual dimana perhitungan BHP Frekuensi radio saat ini tergantung pada tehnologi yang digunakan oleh penyelenggara. Kondisi ini menjadi lebih rumit karena adanya perbedaan tarif BHP Frekuensi Radio yang tidak berimbang antara seluler GSM, FWA CDMA dan WLL CDMA mengingat kecenderungan pemanfaatan spektrum frekuensi radio untuk layanan seluler dan CDMA tidak bisa dibedakan. Padahal pemanfaatan spektrum frekuensi radio tersebut sebagai salah satu elemen infrastruktur masih dapat dioptimalkan untuk mendukung penyelenggaraan multi layanan. Pada sisi yang lain pada saat ini telah berkembang konvergensi layanan yang terwujud dalam layanan multimedia (data, telefoni dan penyiaran). Di samping itu dua persoalan persoalan lainnya adalah yang pertama, bahwasanya pengenaan BHP Frekuensi Radio yang berbasis stasiun radio (ISR) saat ini menjadi bertolak belakang dengan kewajiban untuk memperbaiki kualitas dan cakupan layanan dalam pemanfaatan spektrum frekuensi radio dengan alokasi pita. Dan yang kedua, bahwasanya perhitungan BHP Frekuensi Radio dari faktor daya pancar menggunakan EIRP (logaritmik) tidak memberikan nilai proporsi yang tepat untuk BHP Frekuensi Radio, karena yang lebih tepat untuk point to area adalah perhitungan cakupan (coverage) atau wilayah layanan.
Adapun rumusan tarif BHP Frekuensi Radio saat ini menunjukkan bahwa ISR = 0.5 x {(Ib x HDLP x BW) + (Ip x HDDP x EIRP)}, yang mana BHP Pita Frekuensi Radio terdiri dari Biaya di Muka (Up Front Fee) dan BHP Pita Tahunan yang nilainya bervariasi tergantung mekanisme seleksi, sedangkan variabel b artinya lebar pita frekuensi yang digunakan, Ib artinya index biaya pendudukan lebar pita, p artinya besar daya pancar keluaran antena dan Ip adalah index biaya daya pemancar frekuensi. Sebagai informasi, BHP Frekuensi Seluler menunjukkan, bahwa izin pita telah diterapkan pada Frekuensi IMT-2000, yaitu 2.1 GHz UMTS (1920 - 1980 MHz dan 2110 - 2170 MHz) untuk lima operator seluler. Sebelum tahun 2005, beberapa operator seluler mendapatkan alokasi frekuensi eksklusif berdasarkan izin radio, yang perlu dikonversi menjadi izin pita. Pada kenyataannya, BHP Frekuensi Seluler sangat dominan bagi PNBP BHP Frekuensi Radio yang mencapai 90% dari keseluruhan pendapatan frekuensi radio.
Nantinya dalam usulannya, formula baru BHP Frekuensi Radio ini berdasarkan pada harga dasar frekuensi (HDF) yang berlaku untuk semua jenis penggunaan frekuensi. Besarnya BHP Frekuensi Radio untuk semua jenis layanan dibedakan berdasarkan nilai pemanfaatan frekuensi (lebar pita, besar daya, komersial atau non komersial, eksklusif atau yang berbagi, nasional atau cakupan lokal dan lain-lain). Formula ini diusulkan untuk disesuaikan secara`berkala dalam penyesuaian terhadap perkembangan ekonomi dan kebijakan pembangunan telekomunikasi. Adapun nilai pemanfaatan frekuensi radio (NPF) ini mencakup: lebar pita frekuensi radio, besarnya daya pancar (dan tinggi antena), luas jangkauan (nasional, regional, atau lokal), pita eksklusif atau berbagi (shared band), status layanan (primary atau secondary), nilai komersial (komersial atau non komersial/untuk non komersial ini dibedakan antara lain untuk telekomunikasi khusus, Hankam, SAR, riset, pendidikan dan lain-lain), tingkat partisipasi pada program pemerintah, dan lain-lain. Sehingga formulanya tersebut disederhanakan menjadi: BHP Frekuensi Radio = HDF x NPF, dimana HDF adalah harga dasar frekuensi dalam MHz/kHz. Semua pengguna frekuensi radio yang berizin maupun terdaftar harus membayar BHP Frekuensi Radio, terkecuali izin kelas yang pemasukannya dari biaya standarisasi perangkat. Dengan demikian rencana formula ini brerlaku untuk semua penggunaan frekuensi radio.
Oleh karenanya, dengan adanya tarif BHP Pita Frekuensi Radio yang menuju unified access licence ini pemanfaatannhya menjadi bernilai komersial tertinggi, dengan hak berupa multi layanan, tehnologi netral dan pita eksklusif (tidak berbagi). Penentuan besaran nilai komersial ini mengacu pada nilai BHP Frekuensi Radio tertinggi saat ini dan target p-enerimaan PNBP tahun 2008 dari BHP Frekuensi Radio. Namun kesemuanya itu, masih merupakan pemikiran awal dalam suiatu proses pengkajian terhadap di antaranya kemungkinan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2005 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika, dan termasuk juga tentunya kemungkinan terhadap Peraturan Menteri Kominfo No. 19/PER.KOMINFO/10/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3860766