-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Harapan, Sentilan dan Kritikan Dari Menteri Kominfo Tifatul Sembiring Untuk Kalangan Pers di Hari Pers Nasional 2011
Siaran Pers No. 15/PIH/KOMINFO/2/2011
(Kupang, 8 Pebruari 2011). Dalam acara konvensi media massa se Indonesia di Kupang pada tanggal 8 Pebruari 2011 sebagai salah satu kegiatan dalam rangka menyambut peringatan Hari Pers Nasional yang puncak peringatannya akan diadakan pada tanggal 9 Pebruari 2011 di Kupang dan akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, maka Menteri Kominfo Tifatul Sembiring telah diundang sebagai salah satu nara sumber dalam acara konvensi. Point penting yang disampaikan oleh Tifatul Sembiring adalah harapannya agar komunitas pers lebih mengedepankan etika, code of conduct dan kepentingan nasional yang jauh lebih luas dan berjangka panjang. Dengan mengambil kasus pemberitaan yang cenderung terlalu berlebihan dari aspek kemanusiaan yang pernah terjadi dalam suatu konflik antar etnis di suatu negara di Afrika serta konflik antar etnis pula di suatu wilayah di Indonesia, Menteri Kominfo mengatakan: " Kita bergembira, bahwa >p>erkembangan >kebebasan >pers dewasa ini >telah mengalami perkembangan positif yang luar biasa dan sangat signifikan. Segala peristiwa yang sekecil apapun yang terjadi di pelosok tanah air dan di berbagai penjuru dunia sekalipun dalam hitungan jam dan bahkan kadang menit dapat segera diketahui oleh masyarakat umum melalui sentra-sentra layanan media massa yang tersedia. >Namun demikian, pemberitaan yang terlalu berlebihan aspek destruktifnya sangat mudah mempengaruhi m>indset publik >secara global >yang dipublikasikan secara intensif, massif dan sistematis >dan akibatnya seakan-akan hanya memberikan gambaran Indonesia yang terlalu sangat buruk."
Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari keberadaan pers atau media massa sebagai pilar keempat dari demokrasi di samping tiga pilar lainnya, yakni: lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bila sebelumnya dalam sejarah perjalanan demokrasi dunia, kedaulatan rakyat dan demokrasi dipercayakan pada neraca keseimbangan antara tiga pilar utama tadi, maka di era global, media menjadi salah satu sumber rujukan baru. Itulah sebabnya, ketika kehebohan dan dinamika politik yang sangat fluktuatif telah berlangsung sangat cepat dalam hitungan real time di Tunisia dan kemudian di Mesir, maka di belahan bumi manapun termasuk Indonesia seakan-akan turut larut dalam dinamika tersebut meski jaraknya secara geografis sangat berjauhan. Itu semua adalah karena kontribusi pers secara global yang sangat signifikan .
Lebih lanjut Tifatul Sembiring mengatakan, bahwa p emerintah Indonesia sangat menyadari tentang pengaruh yang signifikan dari peranan pers tersebut. Namun demikian, menurutnya, tidak perlu buru-buru berburuk sangka pada pemerintah, bahwa akibat dinamika politik di beberapa negara di kawasan Timur Tengah tersebut akan mendorong pemerintah untuk menjadi represif. No point of return,itulah kata bijak yang dapat di sampaikan Tifatul Sembiring . Singkat cerita, tidak ada alasan apapun bagi pemerintah untuk membungkam kebebasan pers ataupun membungkam kebebasan berkomunikasi melalui jejaring sosial yang kini sangat marak meski kontennya kadang berseberangan sekalipun terhadap kebijakan pemerintah.
Sentilan dan kritikan Menteri Kominfo secara terbuka dihadapan sejumlah tokoh pers nasional, pengurus Dewan Pers, pengurus PWI dan puluhan komunitas wartawan di Kupang tersebut sengaja dilontarkan atas permintaan sejumlah tokoh pers nasional ketika seminggu lalu beradiensi dengan Menteri Kominfo dan meminta kesediaan Tifatul Sembiring untuk menyampaikan kritik pemerintah terhadap pers. Sentilan tersebut sengaja di sampaikan sebagai ungkapan rasa sayang dan kecintaan Menteri Kominfo pada pers, yaitu dalam satu kalimat pendek: agar pers lebih introspeksi di tengah dinamika masyarakat. Hal tersebut semata-mata hanya mengacu pada salah satu ayat yang tersebut pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, khususnya Pasal 2 yang menyebutkan, bahwa kemerdekasan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berazaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Hanya saja persoalannya, apakah benar-benar sudah teraplikasi secara obyektif?
Faktanya, sering, meski tidak semua, melakukan fungsi pers yang cenderung secara provokatif, atau kalau tidak mengusung kepentingan politik tertentu yang terlalu demonstratif, atau bahkan menampilkan gambaran konkret seakan-akan demikian buruknya potret riil kehidupan bangsa Indonesia. Ini belum terhitung dengan pemberitaan dari para netizen ataupun media online yang dalam mengungkapkan tanggapan publik secara perseorangan cenderung sangat vulgar tanpa ada tata krama yang mungkin menyadari bahwa inisialnya tentu tidak akan mudah diketahui oleh publik. Para penanggap yang kurang konstruktif ini kadang hanya menebar kebencian. Seburuk inikah sekarang nilai-nilai etika bangsa Indonesia , yang selama ini dianggap berbudaya sangat luhur sebagai bagian dari masyarakat timur? Sikap kritis tersebut lebih baik di sampaikan saat ini secara terbuka, karena UUD 1945 memang di antaranya mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia. Intinya adalah pemerintah tetap menjamin keterbukaan dan kebebasan pers, namun mohon untuk lebih ditradisikan upaya pengemasan penyampaian berita secara tetap kritis namun lebih elegan, obyektif dan edukatif.
Selamat Hari Pers Nasional Tahun 2011 dan Dirgahayu Pers Indonesia.
———-
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).
Sumber ilustrasi: www.google.co.id/imglanding?q =Hari%20Pers %20Nasional %202011%20Kupang &imgurl=http://www. floresnews. com/fn1/ files/ sospol/ pers%25201.jpg