-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Ditjen Postel Sangat Concern Terhadap Pengembangan Perangkat Domestik Telekomunikasi Secara Tegas Tanpa Diskriminasi
Siaran Pers No. 122/DJPT.1/KOMINFO/8/2007
Searah dengan makin cepatnya perkembangan penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi di Indonesia saat ini, maka pada satu sisi Ditjen Postel menyikapinya secara positif, karena ternyata dalam kondisi ekonomi secara makro domestik yang masih belum sepenuhnya cepat pemulihannya, bisnis telekomunikasi telah menjadi salah satu trigger ekonomi yang cukup signifikkan dan bahkan cenderung lebih pesat perkembangannya dari yang semula diperkirakan, khususnya untuk bisnis telekomunikasi seluler dan FWA (Fixed Wireless Access). Namun demikian, pada sisi yang lain, ada suatu keprihatinan yang cukup mendalam, yaitu bahwasanya keberadaan industri manufaktur domestik masih sangat jauh dari harapan. Bahkan dengan kata lain, jika hal tersebut tidak segera diatasi secepat mungkin dan dengan pola sistematika yang taktis dan strategis, masyarakat Indonesia akan menjadi sangat konsumtif terhadap produk import, dan tidak ada upaya yang signifikan untuk mengurangi ketergantungan produk telekomunikasi asing. Persoalan utama dari kondisi industri telekomunikasi di Indonesia ini selain kecenderungan kurang optimalnya R&D, juga diperburuk oleh karena sejumlah industri manufaktur yang telah berdiri di Indonesia sejak awal tahun 1970-an kini diperkirakan lebih dari 50% berada dalam keadaan terpuruk, sedang sisanya berada dalam kondisi yang hanya survival. Kondisi ini sangat kontradiktif dengan perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia yang saat ini sedang menanjak potensi bisnisnya. Adapun buruknya kondisi perkembangan industri manufaktur nasional ini adalah sebagai berikut:
- Tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang industri manufaktur berkisar 60% di tahun 2000. Angka ini menunjukkan penurunan jauh dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis ekonomi yang berkisar 80%. Hal ini cukup memprihatinkan, mengingat kontribusi industri manufaktur mencapai 25% dari total perekonomian nasional sebelum krisis terjadi.
- Sektor industri manufaktur telekomunikasi tidak terkecualikan dari kondisi ini. Kontribusi industri manufaktur telekomunikasi nasional hanya berkisar 3% dari total belanja nasional infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp. 40 trilyun selama periode 2004-2005. Dari total 3% tersebut, yang merupakan produk asli nasional hanya berkisar di angka 0,1% - 0,7% (IDR 1,2 milyar – IDR 8,4 milyar). Untuk produk CPE (Customer Premise Equipment), pangsa pasar hampir seluruhnya dikuasai produk impor.
- Data menunjukan perkembangan infrastruktur, khususnya selular, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sebesar 70% pada periode 2004-2005, namun belum memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri manufaktur lokal. Belanja infrastruktur komunikasi oleh operator dan belanja CPE oleh pengguna mengalir ke luar negeri
- Sebagian besar kepemilikan sejumlah operator telekomunikasi nasional cenderung berada pada pihak asing, sehingga di antaranya potensi belanja jasa komunikasi oleh pelanggan mengalir ke luar negeri.
Berdasarkan kondisi yang cukup memprihatinkan tersebut, Ditjen Postel telah melakukan sejumlah kebijakan pokok dengan tujuan untuk mendorong industri dalam negeri mengembangkan produk telekomunikasi. Salah satu kebijakan tersebut dikenal dengan proteksi pasar terhadap produk lokal yaitu dengan mempersyaratkan kandungan lokal yang harus dipenuhi oleh penyelenggara telekomunikasi pada saat membangun infrastruktur. Hal ini telah dilakukan pada saat pemberian izin penyelenggaraan (modern licensing) bagi para penyelenggara layanan 3G sekitar setahun yang lalu, yang mewajibkan sebesar 35 % CAPEX dan 50 % OPEX dari pengeluaran penyelenggara telekomunikasi layanan 3G menggunakan kandungan lokal.
Pada saat yang bersamaan, ditempuh juga kebijakan berupa peningkatan kapasitas produksi domestik dengan mendorong lembaga penelitian dan universitas bekerjasama dengan industri dalam negeri mengembangkan produk telekomunikasi yang menjadi produk unggulan dan dapat bersaing dengan produk asing. Pada prinsipnya untuk perangkat telekomunikasi dengan teknologi sederhana seperti pesawat telepon, perangkat telepon umum, perangkat wartel radio, rectifier, antenna parabola dan lain-lain telah dapat dibuat oleh industri dalam negeri. Namun untuk produk telekomunikasi dengan teknologi tinggi, kapasitas industri dalam negeri perlu ditingkatkan melalui program R &D (Research & Development). Dalam konteks ini, Ditjen Postel bersama-sama dengan beberapa lembaga penelitian, dari BPPT, LIPI dan perguruan tinggi membuat program penelitian yang hasilnya akan menjadi produk (berkualitas dan murah) yang dapat dikembangkan oleh industri dalam negeri sehingga menjadi produk pilihan bagi para penyelenggara telekomunikasi. Pada saat ini, produk yang akan dikembangkan adalah perangkat system radio WIMAX yang bekerja pada frekuensi 2.3 GHz. Untuk mengembangkan produk tersebut, beberapa sub-sytem Wimax seperti chipset baseband dan control, RF module, serta Antenna (untuk base station dan CPE) telah dijadikan topik untuk dilakukan penelitian.
Ditjen Postel juga mendorong inovasi masyarakat untuk mengembangkan perangkat telekomunikasi melalui pengadaan sayembara rancang bangun perangkat telekomunikasi yang inovatif. Namun program ini belum dapat dilaksanakan Ditjen Postel karena hambatan ketentuan pelaksanaan anggaran pemberian hadiah yang belum diatur. Sehingga yang baru berlangsung berupa Lomba R & D yang kini sedang dalam taraf penilaian akhir (sejak batas akhir penutupan pengiriman proposal pada tanggal 18 Juli 2007) terhadap 20 proposal (dari total sebanyak 109 proposal yang dikirimkan) dari sejumlah perguruan tinggi dan lembaga penelitian, yaitu di antaranya dari ITB, UGM, UI, ITS, Unhas, Undip, LIPI, Unsoed, Politeknik Negeri Semarang, Politeknik Negeri Bandung, BPPT, ITI, BATAN, LAPAN, USU dan STMIK MDP Palembang. Lomba yang ditentukan anggaran proposalnya maksimal sebesar Rp 550 juta untuk setiap proposalnya ini akan diumumkan pemenangnya sekitar minggu depan.
Langkah konkret yang sudah ditempuh oleh Ditjen Postel dalam mendorong penggunaan produksi dalam negeri di sektor telekomunikasi di antaranya dilakukan pada saat diterbitkannya Izin Penyelenggaraan Layanan 3G berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo pada sekitar bulan Oktober 2006 yang lalu kepada beberapa penyelenggara telekomunikasi layanan 3G. Di dalam izin penyelenggaraan tersebut dinyatakan tentang kewajiban penggunaan produksi dalam negeri, yaitu:
- Penyelenggara telekomunikasi wajib menggunakan produksi dalam negeri dalam bentuk pembelanjaan modal (capital expenditure) sekurang-kurangnya 30% per tahun dan pembiayaan operasional (operating expenditure) sekurang-kurangnya 50% per tahun dalam membangun jaringan bergerak seluler sistem IMT2000/3G.
- Pembelanjaan modal dan pembiayaan operasional sebagaimana dimaksud di atas tidak termasuk untuk pengadaan tanah, pembangunan gedung, penyewaan gedung, pemeliharaan gedung/bangunan dan gaji pegawai.
- Kriteria dan ruang lingkup produksi dalam negeri tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan tersendiri.
- Ketentuan penggunaan produksi dalam negeri untuk pembangun jaringan bergerak seluler sistem GSM 900/DCS 1800 diatur dalam Peraturan tersendiri.
Sedangkan sanksi terhadap pelanggaran penggunaan produksi dalam negeri yang dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi layanan 3G adalah sebagai berikut:
- Setiap kelalaian pemenuhan kewajiban sebagaimana tersedut di atas diberikan peringatan tertulis kepada penyelenggara telekomunikasi layanan 3G yang bersangkutan sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 7 hari kerja.
- Apabila peringatan tertulis tersebut tidak diindahkan, penyelenggara telekomunikasi layanan 3G yang bersangkutan dikenakan sanksi denda yang besarnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Apabila sanksi denda tersebut tidak dilaksanakan, dapat dilakukan pencabutan izin yang dimiliki oleh penyelenggara telekomunikasi layanan 3G yang bersangkutan.
Selain kebijakan yang mengarah pada pengembangan perangkat keras, Ditjen Postel bersama-sama Departemen Perindustrian telah mengupayakan agar R & D turut diperhitungkan dalam menentukan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), untuk itu Ditjen Postel telah mengusulkan kepada Departemen Perindustrian untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Perindustrian No. 11 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Penggunaan Produksi Dalam Negeri.
Siaran Pers ini penting untuk menjelaskan secara lebih terperinci kepada publik tentang latar belakang, grand design pemerintah dan target berikutnya dalam mendorong penggunaan produksi dalam negeri tanpa sikap diskriminatif, yang artinya bila suatu layanan telekomunikasi tertentu memang layak diproteksi kepentingan domestiknya maka Ditjen Postel tidak segan-segan untuk menempuh kebijakan proteksi dalam skala dan waktu tertentu (misalnya dalam masalah rencana lelang BWA). Namun sebaliknya jika suatu layanan telekomunikasi tertentu lainnya dianggap masih dapat diproteksi kepentingan domestiknya tanpa harus menunda penggelaran layanannya, maka hal tersebut cukup diatur secara tersendiri dengan esensi pengaturan yang tegas dan cukup keras terhadap kewajiban dan sanksinya (misalnya dalam masalah layanan 3G). Bahkan sikap keseriusan pengenaan kewajiban penggunaan produksi dalam negeri ini juga sudah dituangkan oleh Ditjen dalam salah satu bagian Rancangan Revisi terhadap Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2005 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kominfo (mengingat tidak terakomodasi sebelumnya di PP tersebut), dimana pembahasannya melibatkan seluruh stake holder telekomunikasi belum lama ini.
Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3860766