- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Batas Akhir Pendaftaran Penggunaan Satelit
Siaran Pers No. 57/DJPT.1/KOMINFO/V/2006
- Pada tanggal 1 Mei 2006, Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A. Djalil telah menanda-tangani Pengumuman Menteri Kominfo No. 178/M.KOMINFO/5/2006 tentang Kewajiban Pendaftaran Penggunaan Satelit di Indonesia. Dalam pengumuman tersebut di antaranya disebutkan, bahwa sesuai dengan Peraturan Menkominfo No. 13/PER/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit, maka setiap penggunaan satelit wajib memiliki ijin stasiun radio (ISR) dari Dirjen Postel. Sedangkan penggunaan satelit asing di Indonesia wajib memiliki landing right dari Dirjen Postel. Penyelenggara telekomunikasi atau pengguna satelit yang menggunakan satelit yang tidak mendaftarkan penggunaan satelitnya sampai dengan batas waktu yang ditetapkan akan dilakukan tindakan hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mengingat pengumuman tersebut berlaku mulai tanggal 1 Mei 2006 dan tenggang waktunya sampai dengan 14 hari kerja, maka batas akhir pendaftaran satelit tersebut akan berakhir pada hari Kamis tanggal 18 Mei 2006. Sebagai informasi, pengumuman ini telah dipublikasikan melalui website Ditjen Postel ini pada tanggal 1 Mei 2006 dan juga dalam suatu advetorial di Harian Bisnis Indonesia pada tanggal 3 Mei 2006 serta pengiriman surat pemberitahuan resmi dari Dirjen Postel kepada sejumlah penyelenggara telekomunikasi.
- Kebijakan pendaftaran penggunaan satelit baik asing maupun domestik ini memang baru pertama kalinya terjadi dengan tujuan untuk keperluan evaluasi penggunaan satelit di Indonesia dan hasil evaluasi ini akan segera disampaikan kepada para pendaftar. Namun demikian sebagaimana sudah disebut juga pada Siaran Pers Ditjen Postel No. 50/DJPT.1/KOMINFO/V/2006 tentang Pengumuman Menteri Kominfo tentang Kewajiban Pendaftaran Penggunaan Satelit di Indonesia tertanggal 1 Mei 2006 telah disebutkan, bahwa pendaftaran penggunaan satelit ini tidak otomatis berarti pemberian legitimasi penggunaan satelitnya kepada para pendaftar, karena prosedur penggunaan satelit di Indonesia sudah diatur tersendiri di dalam Peraturan Menkominfo No. 13/PER/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit.
- Sungguhpun demikian, Ditjen Postel perlu mengklarifikasi, bahwa dengan adanya proses pendaftaran ini bukan berarti merupakan suatu kebijakan untuk memaksa kepada para pengguna satelit agar segera mendaftarkan diri dan seandainya diketahui adanya indikasi belum berijin di Ditjen Postel baik dari esensi kepemilikan ISR maupun landing right, maka kemudian langsung diambil tindakan hukum seketika. Kesimpang siuran informasi ini perlu di-clear-kan dalam Siaran Pers ini, karena sempat beredar sejumlah informasi, bahwasanya sejumlah pengguna satelit, khususnya satelit asing, agak ragu untuk mendaftarkan diri yang disebabkan oleh kekhawatiran dari kemungkinan tindakan hukum yang akan diambil oleh Ditjen Postel. Bahwasanya Ditjen Postel akan mengambil tindakan hukum dalam bentuk penertiban adalah benar, hanya saja tergantung kondisinya apakah pengguna yang bersangkutan sudah mengikuti prosedur pendaftaran atau sama sekali tidak mendaftarkan diri. Di samping itu juga tergantung pada kondisi apakah dalam evaluasi ditemu kenali adanya beberapa hal yang perlu di- guidance secara proporsional dan edukatif oleh Ditjen Postel untuk segera memproses legitimasi. Yang penting Ditjen Postel sangat menaruh apresiasi kepada pengguna satelit manapun di Indonesia yang sudah dan akan menunjukkan iktikad baik untuk melakukan pendaftaran hingga tanggal 18 Mei 2006 ini.
- Sejauh ini terhitung sampai dengan tanggal 12 Mei 2006 (sore hari) baru empat perusahaan (pengguna satelit) yang sudah mendaftarkan diri ke Ditjen Postel, yaitu PT Dwitunggal Putra (operator VSAT dan NAP) untuk 21 stasiun, PT Perkebunan Nusantara XIII untuk 1 stasiun, PT Direct Vision untuk 1 stasiun, PT Patrakom untuk 1 stasiun, PT Broadband Multimedia (Kabelvision) untuk 12 stasiun. Kepada pengguna satelit yang tidak mendaftaran diri sampai batas waktu tersebut selain dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, juga justru akan dirugikan secara corporate image seandainya suatu kesempatan berikutnya Ditjen Postel justru mempublikasikan kepada publik mengenai temuan keberadaannya berdasarkan metode yang dimilikinya. Metode ini dapat berupa dengan cara memanfaatkan peralatan monitoring frekuensi radio untuk satelit yang dimiliki oleh Ditjen Postel, data crossing dengan Asosiasi Satelit Indonesia dan dengan ITU, serta berbagai cara lain yang diperkirakan cukup efektif untuk melakukan pendataan.
- Saat ini di Indonesia terdapat lima operator satelit yang mengoperasikan lima satelit, yaitu PT Indosat dengan Palapa C-1 di slot orbit 113 dan Palapa C-4 di slot orbit 150, PT Telkom dengan Palapa B-1 di slot orbit 108 dan Palapa B-3 di slot orbit 118, PT MediaCitra Indostar dengan Indostar di slot orbit 107, PT Pasifik Satelit Nusantara dengan Palapa Pasifik di slot orbit 146, dan PT Aces dengan Garuda-1 di slot orbit 123. Terhitung terdapat juga satelit Indonesia lain yang dimiliki oleh LAPAN (Inasat-1) yang dalam waktu dekat ini akan diluncurkan dengan bekerjasama dengan India . Meski satelit ini relatif kecil dan usia orbitalnya antara 6 hingga 12 bulan, namun cukup penting untuk kegiatan ilmiah. Sedangkan satelit-satelit asing yang diindikasikan cukup banyak digunakan oleh puluhan perusahaan di Indonesia pada umumnya berasal dari beberapa negara di kawasan Asia Pasifik seperti Singapore Satellite, Measat, AsiaSat, Thaicom, JCSAT, Apstar, Agila, Intelsat, PanAmSat, Sinosat, Chinastar, NSS, dan IPStar. Negara-negara yang geografisnya sangat luas dan berpenduduk padat seperti Indonesia , India dan RRC memang banyak diincar oleh operator-operator satelit asing.
- Salah satu alasan utama yang melatar belakangi pengaturan satelit ini yang kemudian di antaranya diimplementasikan dalam bentuk pendaftaran satelit ini adalah untuk meminimalisasi kerugian negara dari sektor pajak karena membanjirnya bandwithasing yang masuk ke Indonesia untuk berbagai keperluan seperti internet dan lain-lainnya. Padahal sesuai dengan ketentuian yang berlaku, terdapat beberapa komponen kewajiban finansial yang tidak dibayar oleh operator satelit asing yang tidak memiliki ISR dan landing right , yaitu BHP (Biaya Hak Penyelenggaraan) Jasa Telekomunikasi, BHP Penggunaan Frekuensi Radio, dan kontribusi untuk USO. Sebagai perbandingan, di India dan Pakistan butuh waktu lama, sedangkan di RRC sangat protektif. Diindikasikan cukup banyak ISP yang mengambil bandwith dari satelit asing. Hal ini disebabkan oleh mahalnya harga bandwith yang disediakan oleh satelit domestik dibandingkan yang ditawarkan oleh satelit asing, yang umumnya berasal dari Malaysia dan Hongkong. Ditjen Postel pada prinsipnya berharap sekali bahwa internet harus berkembang lebih optimal dan dengan harga bandwith yang kompetitif serta proporsional, tetapi juga harus memenuhi ketentuan yang berlaku, sebagaimana tercantum dalam Pasal 34 (1) dan (2) UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi, yang menyebutkan (1) "Pengguna spectrum frekuensi radio wajib membayar penggunaan biaya penggunaan frekuensi radio yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi" dan (2) "Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit". Ketentuan ini juga dipertegas oleh Pasal 32 (1) PP No. 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, yang menyebutkan "Penyelenggaraan telekomunikasi yang akan menggunakan satelit wajib mengajukan permohonan pendaftaran penggunaan satelit secara tertulis kepada Menteri".
- Di samping itu, penggunaan satelit tersebut sebagian besar ditujukan untuk komunikasi data antar cabang perusahaan dan dengan perusahaan lain yang menjadi mitra bisnisnya. Membanjirnya bandwith dari satelit asing ini terkait dengan maraknya penggunaan satelit asing oleh perusahaan di dalam negeri mengingat harga penyewaan transponder yang jauh lebih murah dibanding dengan harga penyewaan yang ditawarkan oleh operator satelit domestik. Sebagai akibatnya, akhir-akhir ini di kalangan operator satelit dalam negeri terjadi persaingan penawaran harga yang cenderung ketat yang berdampak pada penurunan harga sewa transponder dan beberapa di antaranya ada yang mendekati harga yang ditawarkan oleh satelit asing.
- Kecenderungan orientasi ke satelit asing ini disebabkan oleh produk layanan operator satelit dalam negeri yang cenderung kurang inovatif sehingga kurang banyak memenuhi kebutuhan banyak perusahaan. Padahal peluang inovasi sangat terbuka seperti misalnya untuk layanan sistem penentuan posisi global ( global positioning system /GPS) dan penginderaan jarak jauh ( remote sensing ). Ini belum termasuk untuk segmentasi pendidikan via satelit ( distance learning education ) dan untuk pertahanan negara.. Sebagai gambaran, proyeksi pertumbuhan kebutuhan satelit di Indonesia untuk masa mendatang cukup tinggi, sehingga diperkirakan kebutuhan akses ke satelit berkembang sangat pesat, terutama dengan terus bertambahnya perusahaan yang menggunakan VSAT dan pertumbuhan tunneling untuk kebutuhan berbagai operator telefon seluler dan telepon tetap.
- Oleh karenanya, sesungguhnya bisnis satelit merupakan suatu segmen bisnis yang sangat prospektif bagi potensi pasar di Indonesia yang terus tumbuh berkembang. Hanya saja, Ditjen Postel akan selalu terus menggalang kerjasama dengan berbagaistake-holder untuk mengatasi persoalan krusial ini, karena jika kondisi ini tidak diantisipasi secara komprehensif dan ditambah dengan jumlah 5 slot orbit untuk satelit yang sangat terbatas (meskipun Indonesia tercatat sebagai negara ketiga di dunia yang berhasil meluncurkan satelitnya untuk layanan telekomunikasi pada tanggal 17 Agustus 1976), maka besar kemungkinan akan lebih banyak entitas bisnis yang berpaling menggunakan satelit asing. Dengan demikian, komunitas satelit Indonesia yang akan menjadi tuan rumah Asia Pacific Satellite Conference 2006 (Apsat) di Jakarta pada akhir Mei 2006, dapat memanfaatkan event tersebut untuk memberikan pandangan sangat kritis sekalipun pada sejumlah kebijakan Ditjen Postel dalam masalah regulasi pengembangan satelit.