-
Email:
Callcenter_djid@komdigi.go.id -
Call us:
159 -
Webmail:
Surel
- Beranda
- Informasi & Publikasi
- Informasi Terkini
Siaran Pers
Antisipasi Terhadap Proses Pengelolaan Spektrum Frekuensi Secara Parsial, Provokatif dan Tidak Berbasis Kepentingan Nasional Yang Mulai Menggejala
Siaran Pers No. 92/DJPT.1/KOMINFO/6/2007
Dirjen Postel pada tanggal 6 Mei 2007 telah menerima tembusan surat resmi No. 482/3677/BPSFR, yang sesungguhnya dikirimkan oleh Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Herli Suherli kepada Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat. Selain kepada Ditjen postel, surat tersebut juga ditembuskan kepada Gubernur Jawa Barat, Ketua DPRD Jawa Barat, Dirjen SKDI, dan Kepala Humas Pemrov Jawa Barat. Pada intinya isi surat tersebut menyebutkan, bahwa Forum Rapat Bersama (yang belum lama ini dapat terselenggara dengan sukses di Padang dan Medan dengan difasilitasi Departemen Kominfo, KPI dan instansi-instansi terkait di daerah, termasuk Dinas Perhubungan di Padang dan juga Medan) tidak perlu dilanjutkan dan cukup diselenggarakan dan difasilitasi oleh Pemda setempat serta tidak perlu melibatkan Departemen Kominfo. Selain itu disebutkan pula dalam surat tersebut, bahwa Ditjen Postel dianggap bertanggung-jawab terhadap ketidak teraturan pengalokasian penggunaan frekuensi di daerah. Adanya surat tersebut menimbulkan sikap keprihatinan yang sangat dalam, karena:
- UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 33 menyebutkan, bahwa:
- Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
- Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
- Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
- Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
- Searah dengan ayat 4 Pasal 33 UU No. 36 tersebut di atas, demikian pula dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, khususnya Pasal 17 antara lain menyebutkan:
- Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi wajib mendapatkan izin Menteri.
- Izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio.
- Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri (dalam hal ini sudah diatur melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio). Sebagai catatan, sesuai dengan Pasal 1 UU No. 36 Tahun 1999 dan Pasal 1 PP No. 53 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
- Pasal 44 Konstitusi ITU menyatakan bahwa " In using frequency bands for radio services, members shall bear in mind that radio frequencies and any associated orbits, including the geostationary-satellite orbit, are limited natural resources and that they must be used rationally, efficiently and economically, in conformity with the provisions of the Radio Regulations, so that countries or groups of countries may have equitable access to those orbits and frequencies, taking into account the special needs of the developing countries and the geographical situation of particular countries ". Karena sifatnya yang sangat langka dan terbatas ini, namun juga lingkupnya yang tidak dapat dibatasi oleh wilayah administrasi (borderless), maka tingkatan pemerintah yang berhak dalam penetapan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian frekuensi adalah pemerintah pusat.
- Dikhawatirkan, bahwasanya surat Dinas Perhubungan Jawa Barat tersebut cenderung dapat memprovokasi daerah-daerah lain yang sesunggunnya sudah mulai menunjukkan iktikad positif terhadap keterpaduan dan keharmonisan kerjasama KPI dan Departemen Kominfo dalam mengatur tata cara penyelenggaraan lembaga penyiaran, sebagaimana nuansa konstruktifnya sudah tercermin pada pertemuan yang diadakan di kantor Ditjen Postel yang dihadiri oleh Dirjen Postel, Dirjen SKDI, Ketua dan beberapa anggota KPI pada tanggal 27 Juni 2007 belum lama ini.
- Sikap negatif yang menyalahkan Balai atau Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel sebagai yang bertanggung-jawab terhadap ketidak teraturan pengalokasian kanal frekuensi di daerah-daerah adalah sangat tidak benar dan cenderung merupakan sikap apriori. Hal ini selain karena landasan pembagian kanal frekuensi radio adalah sesuai dengan master plan (rencana induk) frekuensi radio yaitu Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 15 Tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Radio Siaran FM (Frequency Modulation) dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 76 Tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency (UHF), juga karena pihak Balai atau Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel dituntut untuk harus selalu berkoordinasi dengan kantor pusat Ditjen Postel. Itulah sebabnya, Ditjen Postel selalu sangat terbuka terhadap berbagai temuan dan informasi kritis yang dapat membuktikan adanya penyalah gunaan penanganan frekuensi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik yang dilakukan oleh pejabat atau staf kantor pusat Ditjen Postel maupun pejabat atau staf Balai atau Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel. Sikap keterbukaan ini sudah langsung dikemukakan oleh Dirjen Postel di hadapan Ketua dan beberapa anggota KPI pada pertemuan tanggal 27 Juni 2007 yang lalu dan kesepakatan-kesepakatannya dapat diketahui oleh publik melalui website Ditjen Postel maupun KPI. Bila ternyata ditemu kenali adanya penyalah gunaan kewenangan secara internal, Dirjen Postel berkomitmen untuk langsung melakukan tindakan tegas terhadap jajarannya sendiri.
- Bahwasanya Forum Rapat Bersama (FRB) yang saat ini sudah ada dasar hukumnya tersebut (Peraturan Menteri Kominfo No. 8/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta) nantinya akan diusulkan dan direncanakan untuk lebih sederhana format, prosedur dan mekanismenya adalah benar sebagaimana disepakati pada pertemuan Departemen Kominfo dan KPI tersebut, tetapi usulan ini tidak dapat dipaksanakan secara sepihak oleh Dinas Perhubungan Jawa Barat.
- Peraturan Menteri Kominfo No. 8/P/M.KOMINFO/3/2007 tersebut justru memaksa Departemen Kominfo sendiri untuk tidak boleh jalan sendiri dalam memproses perizinan lembaga penyiaran, tetapi harus melibatkan KPI dan pihak-pihak terkait di daerah, di antaranya KPID, Dinas Perhubungan dan atau Dinas / Badan Komunikasi dan Informasi Daerah setempat dimana suatu FRB dilakukan. Sehingga tidak ada maksud aroganisme Departemen Kominfo, termasuk Ditjen Postel sekalipun.
- Bahwasanya Ditjen Postel sangat menghormati hakekat otonomi daerah adalah selalu menjadi prinsip utama. Itulah sebabnya dalam revisi PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Pemerintah Provinsi Sebagai Daerah Otonomi yang kini sesungguhnya sudah pada tahap finalisasi akhir, Ditjen Postel sudah memberikan sejumlah koridor toleransi yang sebenarnya sedikit bertentangan dengan prinsip sentralisasi penanganan frekuensi radio seperti yang baku berlaku di banyak negara yang federal sekalipun. Kebijakan Ditjen Postel dalam dua tahun terakhir ini yang mulai bersikap sangat tegas terhadap pihak-pihak yang menyalah gunakan perizinan frekuensi radio menunjukkan, bahwa Ditjen Postel tidak ingin dianggap sebagai pihak yang justru menciptakan ketidak teraturan pengelolaan penggunaan frekuensi. Peningkatan law enforcement ini terbukti berkontribusi positif terhadap peningkatan PNBP Frekuensi Radio secara signifikan, meskipun di mata DPR-RI masih harus terus ditingkatkan.
- Sebenarnya bukan sekali ini saja sikap keprihatinan ini ditunjukkan, karena dalam Siaran Pers No. 54/DJPT.1/KOMINFO/5/2006 tertanggal 11 Mei 2006, Ditjen Postel sudah sangat memprihatinkan kondisi carut-marutnya penanganan penggunaan frekuensi radio sebagai akibat kecenderungan semakin banyaknya pihak yang berkepentingan untuk memberikan perizinan meski bukan kewenangannya. Ditjen Postel akan tetap mengacu pada ketentuan yang ada selama belum ada ketentuan lain yang menggantikan dan atau melebihi kewenangannya.
- Ditjen Postel pada dasarnya sangat terbuka dan kooperatif terhadap kemungkinan upaya melakukan dialog secara konstruktif dengan pihak Dinas Perhubungan Jawa Barat (karena sejauh ini di beberapa daerah telah berlangsung koordinasi yang sangat kooperatif dan konstruktif antara Ditjen Postel dan sejumlah Dinas Perhubungan mengingat sudah mulai banyak manfaat yang diperoleh) dengan tetap mengacu pada ketentuan yang ada. Namun jika ajakan dialog ini tidak ditanggapi dan justru direspon dengan penyebar luasan informasi seperti surat Dinas Perhubungan Jawa Barat tersebut yang sangat provokatif, tidak tertutup bagi Ditjen Postel untuk menempuh jalur hukum terhadap khusus Dinas Perhubungan Jawa Barat. Ini bukan suatu format ancaman, tetapi sekedar mengingatkan, karena bagaimanapun juga adalah sangat memalukan seandainya sesama jajaran pemerintah saja saling berebut kewenangan, sementara pada saat yang bersamaan hubungan Departemen Kominfo yang sebelum ini saja sangat penuh konfrontatif hingga terpaksa harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi maka ternyata saat ini justru sangat konstruktif dan produktif bagi kepentingan masyarakat bersama.
- Ditjen Postel cukup percaya, bahwa KPID Jawa Barat tentu tidak merespon positif bagitu saja terhadap ajakan Dinas Perhubungan Jawa Barat. Jika searah kebijakannya dengan Dinas Perhubungan Jawa Barat, maka sikap KPID Jawa Barat dapat menimbulkan koordinasi yang kurang kondusif dengan kebijakan KPI dan juga akan berpotensi destruktif terhadap penanganan penggunaan frekuensi radio di Jawa Barat karena cenderung dilakukan secara parsial dan tidak berbasis kepentingan nasional.
- Seandainya kerancuan penanganan kebijakan frekuensi seperti di Jawa Barat ini masih saja terus berlangsung, maka beberapa konsekuensi yang timbul adalah sebagai berikut:
- Beresiko pada semakin tingginya potensi kerugian negara dari pemasukan BHP Frekuensi Radio per tahun yang seharusnya langsung masuk ke kas negara.
- Penerbitkan ijin frekuensi radio HF secara tidak terkontrol yang daya pancarnya dapat menembus beberapa negara lain dalam cakupan yang sangat luas berpotensi menimbulkan keluhan interferensi dari pengguna frekuensi radio lainnya di luar negeri. Baik kalangan industri telekomunikasi maupun pengguna frekuensi siaran yang berkepentingan untuk mengajukan ijin baru ataupun perpanjangannya mengalami kebingungan antara harus mengurus ijinnya ke Ditjen Postel atau cukup ke Dinas Perhubungan Pemda Jawa Barat.
Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3860766